Minggu, 12 Desember 2010

Mengapa Kita Membaca AlQuran Meskipun Tidak Mengerti Satupun Artinya?

Seorang muslim tua Amerika tinggal di sebuah perkebunan/area di sebelah timur Pegunungan Kentucky bersama cucu laki-lakinya. Setiap pagi Sang kakek bangun pagi dan duduk dekat perapian membaca Al-qur’an. Sang cucu ingin menjadi seperti kakeknya dan memcoba menirunya seperti yang disaksikannya setiap hari.

Suatu hari ia bertanya pada kakeknya : “ Kakek, aku coba membaca Al-Qur’an sepertimu tapi aku tak bisa memahaminya, dan walaupun ada sedikit yang aku pahami segera aku lupa begitu aku selesai membaca dan menutupnya. Jadi apa gunanya membaca Al-quran jika tak memahami artinya ?

Sang kakek dengan tenang sambil meletakkan batu-batu di perapian, memjawab pertanyaan sang cucu : “Cobalah ambil sebuah keranjang batu ini dan bawa ke sungai, dan bawakan aku kembali dengan sekeranjang air.”

Anak itu mengerjakan seperti yang diperintahkan kakeknya, tetapi semua air yang dibawa habis sebelum dia sampai di rumah. Kakeknya tertawa dan berkata, “Kamu harus berusaha lebih cepat lain kali “.

Kakek itu meminta cucunya untuk kembali ke sungai bersama keranjangnya untuk mencoba lagi. Kali ini anak itu berlari lebih cepat, tapi lagi-lagi keranjangnya kosong sebelum sampai di rumah.

Dengan terengah-engah dia mengatakan kepada kakeknya, tidak mungkin membawa sekeranjang air dan dia pergi untuk mencari sebuah ember untuk mengganti keranjangnya.

Kakeknya mengatakan : ”Aku tidak ingin seember air, aku ingin sekeranjang air. Kamu harus mencoba lagi lebih keras. ” dan dia pergi ke luar untuk menyaksikan cucunya mencoba lagi. Pada saat itu, anak itu tahu bahwa hal ini tidak mungkin, tapi dia ingin menunjukkan kepada kakeknya bahwa meskipun dia berlari secepat mungkin, air tetap akan habis sebelum sampai di rumah. Anak itu kembali mengambil / mencelupkan keranjangnya ke sungai dan kemudian berusaha berlari secepat mungkin, tapi ketika sampai di depan kakeknya, keranjang itu kosong lagi. Dengan terengah-engah, ia berkata : ”Kakek, ini tidak ada gunanya. Sia-sia saja”.

Sang kakek menjawab : ”Nak, mengapa kamu berpikir ini tak ada gunanya?. Coba lihat dan perhatikan baik-baik keranjang itu .”

Anak itu memperhatikan keranjangnya dan baru ia menyadari bahwa keranjangnya nampak sangat berbeda. Keranjang itu telah berubah dari sebuah keranjang batu yang kotor, dan sekarang menjadi sebuah keranjang yang bersih, luar dan dalam. ” Cucuku, apa yang terjadi ketika kamu membaca Qur’an ? Boleh jadi kamu tidak mengerti ataupun tak memahami sama sekali, tapi ketika kamu membacanya, tanpa kamu menyadari kamu akan berubah, luar dan dalam.

sumber : http://kask.us/5471573

Kamis, 09 Desember 2010

Plato Bertanya Apa itu cinta & pernikahan?

Satu hari, Plato bertanya pada gurunya,

"Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?"

Gurunya menjawab, "Ada ladang gandum yang luas didepan sana.
Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting.
Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta."

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.

Gurunya bertanya, "Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?"

Plato menjawab, "Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik)."
Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut.
Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwasanya ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya."

Gurunya kemudian menjawab "Jadi ya itulah cinta"

Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, "Apa itu pernikahan?
Bagaimana saya bisa menemukannya?"

Gurunya pun menjawab "Ada hutan yang subur didepan saja.
Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja.
Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu pernikahan."

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon.
Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar/ subur, dan tidak juga terlalu tinggi.
Pohon itu biasa-biasa saja.
Gurunya bertanya, "Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?"

Plato pun menjawab, "Sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong.
Jadi dikesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini.
Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya."

Gurunya pun kemudian menjawab, "Dan ya itulah pernikahan."

sumber : http://kask.us/6216541

Jumat, 19 November 2010

Teaching as Art

Knowing what an effective teacher does will not reveal how a person becomes an effective teacher. How does someone come to organize and manage a class or transform content into curriculum? Eisener (1982) suggested that every successful teaching encounter could be analyzed both in terms of the science of the instructional planning and delivery and the art of creating a conducive environment in which learning occurs.

Artistry
Rubin (1985) observed that teaching is an art, in that it involves processes and procedures that are so complex that it is impossible to reduce them to systematic investigation of formulation. Flinders (1989), in an analysis of teaching behaviors, suggest that a number of the types of behaviors enacted reflect the true artistry of teaching, such as employing communication that goes beyond speaking and writing. Teachers communicate through body language, the use of space, voice intonation, and eye contact-all ways of making a subtle impact on the child and conveying a message of caring for students (Flinders, 1989). Furthermore, teachers demonstrate a sensitivity to students' needs and a capacity to adapt to the emotional context of classroom. For example, research (e.g., Pintrich & Schunk, 1996) suggests that students should learn to set personal goals that are moderately difficult. However, this same "science" fails to direct the teacher on how to approach the process or even how to know what is moderately difficult. The teacher as artist is able to apply that research sensitively and critically with an eye to the unique and diverse needs and abilities of each student. Finally, the teacher, as artist, often employs humor, individual contact, and opportunities for recognition and empowerment of students as means of building cooperation.
This artistry is dramatically presented every day in classrooms. The effective teacher has the knack of simply knowing when to close the space between himself and a resistant student as a method of management. This teacher knows how to change the tone and inflection of his voice to gain the attention of the class. Also, he certainly will demonstrate sensitivity and awarness of his students and their emotional needs, often making adjusments to class routines and requirements in response to these needs. this effective classroom teacher is certainly an artist. His skillful humor, individual contact, and recognition, and ongoing empowerment fit the difinition higlighted by Flinders (1989).

Source : Seng, Tan Oon., Parsons, Richard D., Hinson, Stephanie Lewis., and Sardo-Brown, Deborah. 2001. Educational Psychology. Singapore. Seng Lee Press.

Rabu, 27 Oktober 2010

Love is like a math problem

by XD Jennifer Dx

You start by making sure you have wrote the problem down correctly... even though most of the time you don't know what to do with it...


And when you first write it down it looks so complicated that you just want to quit. It has different Variables that are placed in it and there are so many different techniques in solving it... You just have the pleasure of finding the write one..

When you first start the process of solving it you realize that this might take forever to understand but you just want to try...

Through out the problem you add a couple things and subtract too, Multiply variables and Divide to make smaller variables... But when you look at the problem so far, its still looks just as scary as it was in the beginning.

Then Soon enough you find an answer... Something that makes sense, You Celebrate just a little because your finally done... but when you check your answer, Your spirits come crashing and your mood changes and you feel like giving up.

But someone comes over and tells you that you can do this... You should try again... Maybe start new...

So you try again... and again... and again, Until you stopped caring... and you realize that almost everyone around you has found the answer and your the only one left...

But for some stupid reason you try one more time... You look at the problem again... and realize since the beginning you have been writing it down wrong.

You see that you were adding things you shouldn't off, subtracted things you needed, multiplied variables that you needed, and you divided things that should of never become so simple.

But you try... and this time you make sure you start right... with the right problem. And you still feel better knowing that its a new problem to you. So you Add, Subtract, Multiply, and Divide... and you get an answer that is so Outrageous to everyone... but to you it makes sense. You simplify some things that you could live with out so that everyone is happy... and you take one more look in the book and find out that you have the right answer...

And you know that no matter what you cant tell anyone how you did it... that they have to find out of there own... because we all use different techniques. And since you finally got it... you look over to your friend and see that the whole time their doing the wrong thing... they even have the wrong problem... and you wonder how there not done because they started so much earlier then you... But you lean over anyway and say... Something to encourage them just like someone did to you...

So even though everyone gets the same problem not everyone gets the same answer...

And there will even be some who will never find an answer at all.

Source : http://www.best-love-poems.com/poems.php?id=1056930

Rabu, 11 Agustus 2010

Memberi Singkong, Mendapat Kambing

Seorang santri bernama Ali, pergi ke kebunnya lalu mengambil singkong. Dia ingin memberikan singkong kepada kiai-nya. Dan Ali pun mengantarkan singkong tersebut ke rumah Pak Kiyai. Ali berkata, "Pak Kiai, ini ada singkong, hasil dari kebun saya, saya ingin memberikan pada Pak Kiai."

Pak Kiai senang dan berkata, "Terima Kasih Ali, engkau anak yang baik, engkau memberi singkong kepada pada saya." Selanjutnya, Pak Kiai berkata pada istrinya, "Bu, ini si Ali membawakan kita singkong. Nanti kita beri apa untuk si Ali?" Kata istri Kiai, "Ini ada seekor kambing pemberian orang kaya." Kata Pak Kiai, "Baiklah, Ali karena engkau telah memberiku singkong, maka aku memberi engkau kambing ini, bawa pulanglah, peliharalah." "Terima kasih Pak Kiai", kata Ali.

Di dalam perjalanan pulang ke rumahnya, sambil menuntun kambing pemberian kiainya, si Ali bertemu dengan temannya bernama Umar. Dengan wajah agak penasaran, Umar bertanya, "Ali, dari mana engkau mendapatkan kambing itu?" Ali menjawab, "Tadi saya ke rumah Pak Kiai memberi singkong, eh... malah saya diberi kambing oleh Pak Kiai." 

Di hati kecilnya Umar berkata, "Kalau Ali memberi singkong saja dibalas dengan kambing oleh Pak Kiai, bagaimana kalau aku memberi apel pada Pak Kiai."

Akhirnya, Umar pergi ke pasar membeli beberapa kilo apel, lalu diantar ke Pak Kiai. Umar berkata, "Pak Kiai, ini ada apel, pemberian sekedarnya dari saya untuk Pak Kiai." Kiai berkata, "Alhamdulillah, terima kasih Umar, engkau anak baik, engkau memberikan saya apel. Terima kasih."

Selanjtnya, Pak Kiai berkata kepada istrinya, "Bu, ini Umar datang membawa apel untuk kita, nanti kita beri apa untuk Umar?" Segera istri Pak Kiai menjawab, "Tidak ada apa-apa lagi Pak. Kambing pemberian orang kaya, sudah diberikan pada Ali. Yang tersisa  di sini, yah... singkong pemberian si Ali itu."

Maka, Pak Kiai-pun berkata kepada Umar, "Wahai Umar, karena engkau telah membawakan apel untuk saya, maka sebagai tanda terima kasih saya, ambillah singkong ini untukmu. Bawa pulanglah."

Tentu Umar sangat kecewa, karena sesungguhnya yang ia harapkan dari Pak Kiai adalah lebih dari kambing yang telah diberikan Pak Kiai kepada Ali.

Demikianlah balasan untuk "keikhlasan" dan juga "ketidakikhlasan". Dimana-mana kita mendapati orang yang ikhlas, yang berbuat baik semata-mata untuk meraih ridha Allah, maka mereka memperoleh ketenangan hati, tidak mengalami kekecewaan, bahkan boleh jadi, mereka akan mendapatkan balasan materi yang lebih banyak dan lebih baik dengan kehendak Allah, sebagai balasan atas pemberian mereka yang ikhlas itu.

Sumber :

Amin, Muhammad Rusli. 2005. Canda-Canda Sufistik. Jakarta : Al-Mawardi.

Menangkap Iblis

Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa Nabi Sulaiman a.s. memohon kepada Allah, "Ya Allah, Engkau telah menundukkan bagiku, manusia, jin, binatang buas, burung-burung dan para malaikat. Ya Allah, aku ingin menangkap iblis lalu memenjarakannya, merantai serta mengikatnya, sehingga manusia tidak berbuat maksiat dan dosa lagi."

Kemudian Allah Swt mewahyukan kepada Nabi Sulaiman a.s, "Wahai Sulaiman, tidak ada kebaikannya jika iblis ditangkap". Namun Nabi Sulaiman tetap memohon, "Ya Allah, keberadaan makhluk terkutuk ini tidak memiliki kebaikan didalamnya".

Allah Swt berfirman, "Jika iblis tidak ada, maka banyak manusia yang akan meninggalkan pekerjaan mereka." Nabi Sulaiman tetap memohon, "Ya Allah, aku ingin menangkap makhluk terkutuk itu untuk beberapa hari saja."

Allah berfiman, "Bismillah, tangkaplah iblis itu." Maka, Nabi Sulaiman a.s. menangkap iblis itu, kemudian beliau merantai dan memenjarakannya.

Dikisahkan bahwa Nabi Sulaiman juga merajut tas dan beliau makan dari hasil jerih-payahnya sendiri dengan merajut tas itu. Suatu hari, beliau membuat tas untuk dijual ke pasar. Dari hasil penjualan itu, beliau akan membeli gandum sekedarnya untuk membuat roti. Padahal dalam riwayat disebutkan, bahwa setiap hari di dapur istana Nabi Sulaiman, dimasak 4000 unta, 5000 sapi dan 6000 kambing. Meski demikian, Nabi Sulaiman tetap membuat tas dan menjualnya ke pasar untuk mencari nafkah.

Keesokan harinya, Nabi Sulaiman a.s. mengutus anak buahnya untuk menjualkan tasnya ke pasar. Mereka kaget, karena pasar tutup dan tidak ada sama sekali orang-orang yang berdagang. Mereka kembali dan mengabarkan itu kepada Nabi Sulaiman.

Nabi Sulaiman a.s. bertanya, "sebenarnya apa yang terjadi?" Mereka menjawab, "Kami tidak tahu."

Akhirnya, tas buatan Nabi Sulaiman tidak bisa dijual. Malam itu, Nabi Sulaiman hanya minum segelas air. Keesokan harinya, anak buah Nabi Sulaiman kembali ke pasar untuk menjual tas, akan tetapi mereka kembali dengan membawa berita bahwa pasar telah tutup. Orang-orang pergi ke kuburan. Mereka sibuk menangis dan meratap. Semua orang bersiap-siap melakukan perjalanan ke alam akhirat.

Maka, Nabi Sulaiman a.s. bertanya kepada Allah, "Ya Allah, apa sebenarnya yang telah terjadi? Mengapa orang-orang tidak lagi mau bekerja mencari nafkah?"

Lalu Allah Swt mewahyukan kepada Nabi Sulaiman, "Wahai Sulaiman, engkau telah menangkap iblis, akibatnya manusia tidak lagi begairah bekerja mencari nafkah. Bukankah sebelumnya telah Aku katakan kepadamu bahwa menangkap iblis itu tidak mendatangkan kebaikan?"

Mendengar itu, maka segera Nabi Sulaiman a.s. membebaskan iblis yang dirantai dan dipenjarakannya. Keesokan harinya orang-orang bergegas ke pasar dan sibuk bekerja mencari nafkah... (Dikutip dari buku: Dostonho ye az Khudho, Karya Ahmad Mirkhalaf Zadeh dan Qasim Mirkhalaf Zadeh, terjemahan Indonesia berjudul "Kisah-kisah Allah")

Sumber :

Amin, Muhammad Rusli. 2005. Canda-Canda Sufistik. Jakarta : Al-Mawardi.

Minggu, 08 Agustus 2010

Mengapa timbul sosiologi pendidikan ?

a. Kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat mengalami perubahan sangat cepat, progresif, dan kerap kali menunjukkan gejala 'desintegratif' (berkurangnya kesetiaan terhadap nilai-nilai umum). Perubahan sosial yang cepat menimbulkan 'cultural lag' (ketinggalan kebudayaan akibat adanya hambatan-hambatan). Cultural lag ini merupakan sumber masalah-masalah sosial dalam masyarakat. Masalah-masalah sosial juga dialami dunia pendidikan, sehingga lembaga-lembaga pendidikan tidak mampu mengatasinya. Maka para ahli sosiologi diharapkan dapat menyumbangkan pemikirannya untuk ikut memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental.

b. Guru adalah seorang administrator, informator, konduktor, dan sebagainya, dan harus berkelakuan menurut harapan masyarakatnya. Dari guru, sebagai pendidik dan pembangun generasi baru diharapkan tingkah laku yang bermoral tinggi demi masa depan bangsa dan negara.
Kepribadian guru dapat mempengaruhi suasana kelas/sekolah, baik kebebasan yang dinikmati anak dalam mengeluarkan buah pikiran, dan mengembangkan kreatifitasnya ataupun pengekangan dan keterbatasan yang dialami dalam pengembangan pribadinya.
Kebebasan guru juga terbatas oleh pribadi atasannya (Kepala Sekolah, pengawas, Kakanwil, sampai menteri Depdikbud), keseluruhannya dipengaruhi, dibatasi, serta diarahkan pada pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional (TPN) dalam GBHN, Undang-Undang Pendidikan, Peraturan, dan sebagainya.
Anak dalam perkembangannya dipengaruhi oleh orang tua/wali (pendidikan informal), guru-guru (pendidikan formal), dan masyarakat (pendidikan nonformal). Keberhasilan pendidikan di sekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha murid secara individual atau berkat interaksi murid dan gur dalam proses belajar mengajar (PBM), melainkan juga oleh interaksi anak/siswa dengan lingkungan sosialnya (yang berlainan) dalam berbagai situasi yang dihadapi di dalam maupun di luar sekolah.
Anak berbeda-beda dalam bakat atau pembawaannya, terutama karena pengaruh lingkungan sosial yang berlainan. Pendidikan itu sendiri dapat dipandang sebagai sosialisasi yang terjadi dalam interaksi sosial. Maka sudah sewajarnya bila seorang guru/pendidik harus berusaha menganalisis pendidikan dari segi sosiologi, mengenai hubungan antar manusia dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat (dengan sistem sosialnya).

Sumber : Gunawan, Ary H. 2000. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Minggu, 01 Agustus 2010

Bagaimana rupa Cinta ?

Suatu malam aku bertanya kepada Cinta : "Katakan, Siapa sesungguhnya dirimu?"


Katanya: "Aku ini kehidupan abadi, aku memperbanyak kehidupan indah."


Kataku: "Duhai yang di luar tempat, di manakah rumahmu?"


Katanya: "Aku ini bersama api hati, dan di luar mata yang basah,


Aku ini tukang cat; karena akulah setiap pipi berubah jadi berwarna kuning.


Akulah utusan yang ringan kaki, sedangkan pecinta adalah kuda kurusku.

Akulah merah padamnya bunga tulip, harganya barang itu,

Akulah manisnya ratapan, penyibak segala yang tertabiri...

(Maulana Jalaluddin Rumi)

Sumber :
Schimmel, Annemarie. 2008. Akulah Angin Engkaulah Api. Bandung : Mizan.

Jumat, 02 Juli 2010

Pelajaran dari Nasruddin Hoja

...

Marcopolo kaget menyaksikan kejadian aneh di dalam area pemakaman. Dia melihat empat orang lelaki. Tiga orang duduk berbaris di belakang sebuah makam yang baru digali. Yang paling depan seorang Arab bersorban, dibelakangnya seorang pemuda China yang sedang menangis, dan paling belakang adalah rahib tua yang bersedekap dengan agungnya. Sementara di depan mereka, di seberang liang kubur, tampak seekor keledai merumput dengan acuhnya. Setelah ia perhatikan, ada satu hal yang membuatnya berhenti dan tidak jadi mendekat.

Seorang Arab itu sedang berbicara dengan keledai. "Tolonglah saya, Nasruddin", katanya dengan nada memelas. "Saya benar-benar senewen. Saya tidak betah tinggal di rumah sendiri. Rasanya seperti di dalam neraka. Istri dan mertua saya tiap hari kerjanya mengomel terus. Dari pagi hingga pagi lagi. Dan anak-anak saya memperlakukan seluruh ruangan sebagai tiruan medan perang badar. Semua kacau dan ribut. Bagaimana saya bisa istirahat?".

Terdengar batuk yang keras, disusul suara serak bertanya, "Kau ingin tinggal di rumah dengan perasaan lebih nyaman?"

ia terpana. Bukan keledai itu yang berbicara. Tapi bukan berarti berkurang keanehannya. Suara itu berasal dari dalam liang kubur!.

Si orang Arab mengangguk-angguk sampai sorbannya mau jatuh. "Tidak ada yang lebih kuinginkan selain itu."

"Gampang kalau begitu", suara serak itu terdengar lagi.

"Bagaimana?" Si orang Arab berbinar penuh harap.

"Kau punya kuda?" suara serak itu balik bertanya.

"Dua", jawab si orang Arab.

"Lembu?"

"Tiga."

"Kambing?"

"selusin."

"Ayam?"

"Banyak."

"Di mana kau menaruh mereka?"

"Dalam satu kandang."

"Bagus", suara serak itu terdengar puas. "Mulai besok, kau pindah ke kandang dan tinggal di sana selama sebulan. Dijamin setelah itu kau akan merasa lebih nyaman tinggal di rumah. Kau bisa melakukannya?. Bagus. Biaya konsultasiku sepuluh dukat. Pasien berikutnya!"

Marcopolo ternganga. Itu cara pemecahan paling gila yang pernah kudengar. Saran yang hanya mungkin keluar dari mulut orang yang tidak waras. Tapi sesaat kemudian, setelah kupikir-pikir, ia baru menyadari sesuatu.

Itu juga saran yang jenius!

Setelah si orang Arab membayar biaya konsultasi dan pergi, kini giliran si pemuda China beringsut ke tepi liang kubur. Air matanya masih terus menetes.

"Ada masalah apa, Koh?" suara itu bertanya dengan bahasa China yang fasih.

"Kau harus menolongku, Mullah." Suara orang China ini jauh lebih memelas lagi. "Aku tidak bisa tidur, tidak bisa makan, dan rasanya ingin mati saja."

"Itu artinya cuma satu, patah hati."

Orang China itu mengangguk. "Kekasihku pergi meninggalkan aku. Dia kabur dengan seorang saudagar kaya dari Siam. Aku ingin dia kembali padaku. Bagaimana caranya?"

Orang China itu berhenti. Menunggu yang ditanya menjawab. Tapi, entah kenapa tidak ada sahutan yang terdengar. Kubuaran itu sesunyi... kuburan.

"Mullah?" si orang China bertanya lagi dengan heran. "Kenapa engkau malah diam saja?"

Terdengar batuk tertahan. Seperti batuk orang tersedak.

"Kau benar-benar ingin kekasihmu kembali?"

"Hanya itu yang kuinginkan sekarang!"

"Baiklah, terima ini." Sebuah kantung kecil terlontar dari dalam liang kubur.

"Apa isinya, wahai Mullah?"

"Tanah kuburan."

"Tanah kuburan?"

"Kau tak salah dengar."

"Apa yang harus kulakukan dengan tanah kuburan ini?"

"Taburkan itu ke halaman rumahnya. Niscaya dia akan kembali padamu."

"Terima kasih, Mullah."

"Biayanya sepuluh dukat."

"Aku akan memberimu dua puluh."

"Terserah."

Orang China itu mulai bangkit dan hendak beranjak pergi dengan wajah berseri.

"Tunggu." Tiba-tiba suara serak itu memanggilnya lagi.

"Ya, Mullah?"

"Kau juga harus membawa ini." Sebuah sekop terjulur dari dalam liang kubur.

"Untuk apa?"

"Kau harus mulai berlatih dari sekarang, agar saat menggantikanku kelak, kau tak akan gampang kena encok sepertiku."

Si orang China terperanjat. "Menggantikanmu? Mengapa aku ingin menggantikanmu?"

"Kau akan menjadi sepertiku kalau kau pakai jampi itu."

"Aku... aku tidak mengerti maksudmu."

Terdengar helaan napas. "Kau tahu kenapa aku disini?"

Orang China itu menggeleng.

Kembali terdengar batuk keras disusul deham untuk melancarkan tenggorokan. "Kau tahu, Nak, sungguh salah kalau asmara itu diistilahkan jatuh hati. Saat kita dimabuk cinta, yang jauh bukanlah hati, melainkan akal sehat kita. Seperti yang kau lakukan sekarang, aku dulu minta jampi-jampi untuk mendapatkan seorang perempuan bermuka dua seperti yang kau kejar itu. Jampi-jampi itu berhasil. Tapi apa yang kudapat sekarang? Hidup bertahun-tahun dalam pertengkaran sebelum ditendang dari rumahku sendiri, bahkan harus minggat dari negeriku sendiri, hanya dengan baju yang melekat dan seekor keledai tolol. Beruntung Mullah Umar mau menampungku tinggal di masjidnya sekaligus memperkerjakan aku sebagai tukang gali kubur. Nah, karena kau melakukan hal yang sama untuk seorang perempuan yang sama, aku yakin nasibmu akan sama sepertiku. Jadi tukang gali kubur."

Orang China itu menggeleng. "Tidak, aku tidak akan bernasib sepertimu. Dia tak akan melakukan hal seperti itu padaku."

"Kenapa tidak?"

"Karena dia tidak sejahat itu. Kekasihku orangnya lembut dan penyayang."

"Kalau memang dia tidak sejahat itu, kenapa dia tega meninggalkanmu?"

Orang China itu terdiam sejenak. "Dia... dia hanya terpengaruh oleh kekayaan orang Siam itu."

"Apakah perempuan yang gampang terpengaruh oleh harta itu bukan perempuan yang jahat? Mungkin saja bukan. Tapi, apa kau yakin ingin hidup selamanya dengan perempuan yang mudah silau oleh harta orang lain? Kau yakin perempuan seperti itu yang kau inginkan?"

Hening. Orang China itu berhenti menangis. Ia menimbang-nimbang kantung di tangannya. "Tapi aku mencintainya..."

"Seperti kubilang tadi, cinta itu berbanding terbalik dengan akal sehat. Siapa pun jadi idiot kalau sedang dilanda cinta."

"Aku tidak bisa melupakannya," si orang China bersikeras.

"Makanya, bawa sekop ini dan mulailah berlatih menggali kubur dari sekarang."

Orang China itu menatap sekop yang diacung-acungkan di depan hidungnya, lalu ia menunduk ke kantung di tangannya. "Mungkin lebih baik aku bunuh diri saja, biar dia tahu betapa dalamnya cintaku padanya."

Terdengar dengusan dan suara terkekeh yang serak dari lubang kubur. "Ya, mungkin dia akhirnya akan tahu. Lalu kenapa? Kau mengharap dia berduka dan mengenangmu selamanya? Kau pikir perempuan yang sampai hati meninggalkan kekasihnya akan berlaku demikian? Kurasa tidak. Paling dia hanya kaget sebentar. Lalu hari demi hari berlalu, dan kehidupan kembali normal, dia melahirkan anak, punya tetangga baru, bercanda dan tertawa lagi. Hei, mungkin dia akan menjadikanmu sebagai bahan obrolan sore sebelum kembali ke kamar dan melayani orang Siam itu dengan mesra."

"Sudah, hentikan," Orang China itu menyeka air matanya dan menarik napas dalam-dalam. "Mungkin kau benar, Mullah. Aku memang pecundang yang bodoh."

"Kau ingin dunia mengenangmu sebagai pecundang yang bodoh, Nak?"

"Kurasa tidak..." sahut orang China itu dengan nada menggantung. Perlahan diletakkannya kantong berisi tanah di dekat liang kubur. Ia tidak jadi membawanya.

"Pulanglah," Suara serak tiba-tiba terdengar serius dan bijaksana. "Menangislah di kamar dan pecahkan semua barang di rumahmu seakan-akan semua itu adalah si orang Siam atau kekasihmu. Lakukan itu tiga kali sehari selama hatimu masih merasa sakit. Melampiaskan emosi adalah obat paling mujarab untuk patah hati dan semua gangguan jiwa lainnya. Emosi yang terpendam hanya akan membuatmu sinting atau menderita borok usus. Jika kau melakukannya secara teratur dan disiplin, paling lama sebulan lagi kau akan merasa jauh lebih baik. Tuh, kau sudah bisa menangis sekarang. Bawa kembali uangmu. Kau membutuhkannya untuk mengganti semua barang yang kau pecahkan nanti."

Orang China itu beranjak pergi sambil merenung. Marcopolo mengamatinya dari jauh. Ia memutuskan untuk menunggu sampai "pasien" yang terakhir mendapat gilirannya. Sang Rahib beridiri dengan sikap menantang di tepi liang kubur.

"Ada masalah, Rahib?" Tanya suara serak itu.

"Aku tidak punya masalah, orang tua," Sahut rahib itu cepat.

"Jadi, kau ingin memesan liang kubur?"

"Tidak, aku ingin menantangmu."

"Siapa paling cepat menggali kubur?"

"Tidak, tidak." Rahib itu menggeleng dengan sebal.

"Beberapa orang menganggapmu sinting, tapi sebagian menganggapmu sufi atau wali dengan kecerdasan yang tak terjangkau otak normal. Beberapa jemaahku malah ada yang menganggapmu Santo. Aku ingin membuktikan mana yang benar."

"Kau akan menggantungku dan melihat apakah aku akan bangkit di hari ketiga?"

"Tidak. Aku hanya akan mengajukan beberapa pertanyaan."

"Apa pertanyaan itu?"

"Penganut agama apa yang lebih akrab dengan Tuhan?"

"Muslim, tentu saja."

"Kenapa?"

"Sebagian memanggil-Nya , 'Bapa', sebagian lain memanggilnya 'Om', tapi orang Muslim langsung memanggil nama panggilan-Nya."

"Bisakah Yang Maha Kuasa menciptakan sesuatu yang tidak bisa dikuasai-Nya?"

"Kau harus melihat istriku."

"Mengapa Tuhan menciptakan neraka?"

"Untuk menampung orang yang mengajukan pertanyaan semacam itu."

"Bisakah seekor keledai masuk kerajaan surga?"

"Aku tak ingin menyinggung perasaanmu."

Rahib itu tertawa terbahak-bahak.

"Sudah puas?"

"Satu lagi, ini pertanyaan pamungkas!"

"Silahkan."

"Jika kau memang seorang sufi yang cerdas, kenapa engkau sampai kalah dengan istrimu?"

Suara serak itu menjawab, "Menurutmu siapa yang menyebabkan Nabi Adam dibuang dari Surga?"

Rahib itu terpingkal-pingkal.

"Bagaimana kesimpulanmu, aku ini cendekia atau gila?"

"Kurasa dua-duanya."

"Kesimpulan yang bagus. Biayanya seratus dukat. Kau mengajukan banyak sekali pertanyaan. Pasien berikutnya!"

Sambil terus terpingkal-pingkal, rahib itu akhirnya pergi. Saat itulah, Marcopolo mendekati liang kubur, penasaran seperti apa sosok yang mampu melontarkan ucapan gila dan cerdas dalam waktu bersamaan itu.

...

Sumber : Wasistha, Nugraha. 2010. Sufi Nyentrik & Misteri Kota Terlarang. Jakarta : Dastan Books.

Rabu, 02 Juni 2010

How to calculate the Area, Perimeter of a Polygon manually

Polygon Definition:
A polygon is a plane figure that is bounded by a closed path or circuit, composed of a finite sequence of straight line segments.

Polygon Formula:
Using length of a side :
Area of Polygon = ((side)² * N) / (4Tan(Ï€ / N))
Perimeter of Polygon = N * (side)
Using radius (circumradius) :
Area of Polygon = ½ * R² * Sin(2Ï€ / N)
Using apothem (inradius) :
Area of Polygon = A² * N * Tan(Ï€ / N)
where A = R * Cos(Ï€ / N)
Using apothem and length of a side :
Area of Polygon = (A * P) / 2
where A = side / (2 * Tan(Ï€ / N))
where,
N = Number of sides, A = Apothem, R = Radius, P = Perimeter


Polygon Example:
Case 1: Find the area and perimeter of a polygon with the length 2 and the number of sides is 4.

Step 1: Find the area.
Area = ((side)² * N) / (4Tan(Ï€ / N))
= ((2)² * 4) / (4 * Tan(3.14 / 4))
= (4 * 4) / 4 * Tan(0.785)
= 16 / 4 * 0.999
= 16 / 3.996
Area = 4.

Step 2: Find the perimeter.
Perimeter = (N * (side) = 4 * 2 = 8

Case 2: Find the area of a polygon with the given radius 2 and the number of sides is 5.

Step 1: Find the area.
Area = ½ * R² * Sin(2Ï€ / N)
= (0.5) * 2² * Sin(2 * 3.14 / 5)
= 0.5 * 4 * Sin(6.28 / 5)
= 2 * Sin(1.26)
= 2 * 0.95
Area = 1.9.

Case 3:Find the area of a polygon with the given radius 2 and the number of sides is 5 using Apothem.

Step 1: Find the apothem.
Apothem = R * Cos(Ï€ / N)
= 2 * Cos(3.14 / 5)
= 2 * Cos(0.63)
= 2 * 0.81
Apothem = 1.62.

Step 2: Find the area.
Area = A² * N * Tan(Ï€ / N)
= 1.62² * 5 * Tan(3.14 / 5)
= 2.62 * 5 * Tan(0.63)
= 13.1 * 0.73
Area = 9.5.

Case 4: Find the area of a polygon with the length 2 and the number of sides is 4 using Apothem.

Step 1: Find the apothem.
Apothem = side / (2 * Tan(Ï€ / N))
= 2 / (2 * Tan(Ï€ / 4))
= 2 / (2 * Tan(0.785))
= 2 / (2 * 0.999)
= 2 / 1.998
Apothem = 1.

Step 2: Find the perimeter.
Perimeter = (N * (side) = 4 * 2 = 8

Step 3: Find the area.
Area = (A * P) / 2
= (1 * 8) / 2
= 8 / 2

Area = 4.

Source : http://www.easycalculation.com/area/learn-polygon.php

Rabu, 12 Mei 2010

Dividing a fraction by a fraction

The cookie scenario below is an excellent example to visualize why
dividing a whole number by a fraction causes the answer to be
larger than the original whole number. But what about dividing a
fraction by a fraction? The scenario becomes incomprehensible when
the "5 cookies" become a half a cookie.

Do you have another example/scenario that can help students visualize
a problem such as:

1/3 / 1/2 = 2/3

The abstract concepts have been explained tremendously. Is there a
concrete way? If I have a third of a pie, and I want to divide that

third of a pie by 1/2, why does the answer become 2/3 of the pie??

Answer :

Lots of people find this confusing. If you divide 5 by 2, the
answer is 2.5. If you divide 5 by 1/2, do you expect the same thing
as dividing by 2?

If you divide by a number bigger than 1, it always reduces the number.
If you divide by 1, it doesn't change anything. Does that make you
think that dividing by a fraction less than 1 should INCREASE the
number?

How many kids can you serve with 5 cookies if each kid gets 2 cookies?
You can serve 2 kids (with enough left over for 1/2 a kid).

How many kids can you serve with 5 cookies if each kid gets 1/2 a
cookie? That's 5 divided by 1/2.

Maybe you could think about it this way. For the 5/2 = 2.5 you
could think of how many 2-cookie servings you can make out of
5 cookies. You get two full 2-cookie servings plus half of a
2-cookie serving. For the 5/half = 10 you could think of how
many half-cookie servings you could get out of 5 cookies.

For the (1/3)/(1/2) = 2/3 it's probably clearer to write it as
(2/6)/(3/6) = 2/3 and ask how times you could get a (3/6)-cookie
serving out of 2/6 of a cookie. You can't! You get **zero**
(3/6)-cookie servings. But you can get PART OF A (3/6)-cookie
serving. In fact you get exactly "two thirds of a (3/6)-cookie
serving. I'll leave it up to you to decide whether what I just
said is incomprehensible.

It may be clearer to keep it (1/3)/(1/2) = 2/3. Then say,
"how many cookie-halves can you get out of a third of
a cookie?" The answer would then be, "You can't get ANY cookie-
halves out of a third of a cookie, BUT you CAN get two thirds of
a cookie-half from a third of a cookie.

Source : mathforum

Senin, 03 Mei 2010

Distribusi Binomial

Distribusi binomial atau distribusi Bernoulli (ditemukan oleh James Bernoulli) adalah suatu distribusi teoritis yang menggunakan variabel random diskrit yang terdiri dari dua kejadian yang berkomplemen, seperti sukses-gagal, ya-tidak, baik-cacat, kepala-ekor.

Distribusi ini memiliki ciri-ciri berikut :

1) Setiap percobaan hanya memiliki dua peristiwa

2) Probabilitas satu peristiwa adalah tetap, tidak berubah untuk setiap percobaan.

3) Percobaannya bersifat independen, artinya peristiwa dari suatu percobaan tidak mempengaruhi atau dipengaruhi peristiwa dalam percobaan lainnya.

4) Jumlah atau banyaknya percobaan yang merupakan komponen percobaan binomial harus tertentu.

Sumber : Hasan, Iqbal. 2005. Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensif). Jakarta : Bumi Aksara.

Kamis, 15 April 2010

Manfaat Statistik dalam Penelitian

Statistik arti sempit sebagai data berperan dalam penelitian untuk mengenali atau menunjukkan adanya masalah (problem identification). Dengan tersedianya data statistik dalam berbagai jenis yang dikumpulkan dari waktu ke waktu, akan mudah dilihat adanya masalah.

Masalah atau persoalan yang dihadapi pemerintah : rata-rata pendapatan per kapita yang rendah, persentase orang miskin meningkat, penerimaan negara menurun, jumlah investor asing berkurang, jumlah pengangguran meningkat, tingkat inflasi tinggi, jumlah perkara menumpuk di kepolisian, kejaksaan, kehakiman, Mahkamah Agung, Jumlah kriminalitas bertambah, ekspor nonmigas menurun, dan sebagainya.

Masalah yang dihadapi perguruan tinggi, baik milik pemerintah maupun swasta : jumlah penerimaan mahasiswa baru menurun, persentase yang DO meningkat, banyak alumninya menjadi penganggur, persentase yang bisa lulus S1, S2, S3 sedikit/kecil, masih banyak dosen S1 yang berijazah S1, masih sedikit sekali dosen yang berijazah S3, dan sebagainya.

Masalah yang dihadapi perusahaan : Jumlah laba semakin menurun, jumlah modal semakin menipis, jumlah penjualan menurun, persentase pelanggan yang tidak puas terhadap mutu pelayanan meningkat, promosi tidak efektif, distribusi tidak lancar, harga lebih tinggi dari harga pesaing, bunga pinjaman kredit terlalu tinggi, dan sebagainya.

Statistik dalam arti luas sebagai ilmu berperan untuk menyediakan berbagai metode, yaitu metode pengumpulan data yang efisien (teknik sampling), metode pengolahan dan penyajian data (tabel dan grafik), metode analisis dan pengujian hipotesis, dan metode perkiraan/pendugaan interval.

Penelitian dilakukan kalau ada masalah yang akan dipecahkan. Masalah adalah sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan harapan atau keinginan. Dengan menggunakan bahasa penelitian, dalam riset kuantitatif masalah disebut sebagai variabel tak bebas (dependent variable) dan diberi simbol huruf Y. Faktor penyebab disebut variabel bebas (independet variable), diberi simbol X. Variabel X mempengaruhi Y, atau variabel Y dipengaruhi oleh X, atau Y bergantung pada X.

Analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara X dan Y. Kalau X dan Y berkorelasi, perubahan X akan mempengaruhi perubahan Y sehingga analisis bisa dilanjutkan menjadi analisis regresi. Analisis regresi mempunyai dua tujuan.
Pertama, untuk mengetahui besarnya pengaruh dari perubahan X terhadap Y kalau nilai X naik I unit (satu satuan). Kedua, untuk meramalkan nilai Y kalau variabel X yang berkorelasi dengan Y sudah diketahui nilainya.
Analisis korelasi dan regresi sangat penting bagi pimpinan sebagai pembuat kebijakan karena pada dasarnya pembuatan kebijakan dimaksudkan untuk melakukan perubahan-perubahan agar sesuai dengan keinginan dan harapan.

Contoh :
i) Pimpinan perusahan memutuskan untuk menaikkan upah para karyawan (X) dengan harapan produktivitas karyawan akan meningkat (Y)
ii) Direktur pemasaran suatu perusahan memutuskan untuk menaikkan biaya promosi (X) dengan harapan hasil penjualan akan menigkat (Y)
iii) Direktur pengkreditan suatu bank memutuskan untuk menurunkan tingkat bunga pinjaman kredit (X) dengan harapan jumlah permintaan kredit meningkat (Y)
iv) Jumlah uang beredar dikurangi (X) dengan harapan agar tingkat inflasi menurun (Y)
v) Denda pelanggaran lalu lintas dinaikkan (X) dengan harapan jumlah pelanggaran akan menurun (Y)
vi) Jumlah penggunaan pupuk ditingkatkan (X) dengan harapan jumlah produksi padi juga meningkat (Y)
vii) Jumlah investasi nasional dinaikkan (X) dengan harapan pendapatan nasional naik (Y)
viii) Bunga tabungan dinaikkan (X) dengan harapan jumlah tabungan meningkat (Y)
ix) Seorang mahasiswa/murid menambah waktu belajarnya (X) dengan harapan rata-rata nilai ujiannya meningkat (Y)

Dalam praktiknya, mungkin seseorang Direktur pemasaran sudah puas kalau kenaikkan biaya promosi juga diikuti kenaikkan hasil penjualan. Kalau demikian halnya, Direktur pemasaran tersebut tidak memerlukan analisis korelasi dan regresi. Analisis korelasi dan regresi diperlukan kalau Direktur pemasaran tersebut ingin mengetahui secara kunatitatif berapa besarnya pengaruh biaya promosi terhadap hasil penjualan kalau biaya promosi naik 1 unit (misalnya 1%).

Contoh Memecahkan Masalah :
Pada tingkat nasional, pendapatan perkapita menurun karena pendapatan nasional menurun tajam. Ini merupakan masalah. untuk memecahkan masalah ini, harus diketahui fakta penyebabnya melalui penelitian. Misalnya, penyebab utama investasi nasional menurun. Pemecahannya : naikkan investasi nasional.
Pimpinan satu perguruan tinggi menghadapi masalah, jumlah mahasiswa baru menurun tajam, ternyata penyebabnya dosennya tidak bermutu. Pemecahannya : Tingkatkan mutu dosen !
Pimpinan suatu bank menhadapi masalah, karena banyak nasabahnya pindah ke bank lain. penyebabnya mutu pelayanan terhadap nasabah sangat rendah. Pemecahannya : Tingkatkan mutu pelayanan.
Investasi asing yang masuk ke Indonesia berkurang. Penyebabnya pengurusan izin bertele-tele. Pemecahannya : sederhanakan proses pemberian izin, usahakan dalam satu atap.
Jumlah perkara di MA menumpuk, ternyata penyebabnya kekurangan hakim agung. Pemecahannya : tambahkan hakim agung.
Seorang murid nilainya banyak yang berada di bawah rata-rata nilai kelas. Orang tua murid mengetahui bahwa penyebabnya waktu belajarnya kurang. Pemecahannya : tambah waktu belajarnya.

Dalam praktiknya fakta penyebab timbulnya masalah lebih dari satu, sering diperlukan penelitian yang mendalam melalui pengujian hipotesis untuk mengetahui fakta penyebab. Bisa tidaknya masalah dipecahkan tergantung apakah kita bisa menghilangkan faktor penyebabnya atau mampu melakukan perubahan yang menghasilkan perbaikan. Yang jelas, tanpa mengetahui faktor penyebabnya tak mungkin masalah bisa dipecahkan secara tuntas.

Sumber :
Supranto. 2009. The Power Of Statistics untuk Pemecahan Masalah. Jakarta : Salemba Empat.

Rabu, 07 April 2010

Stimator for http://muhammad-win-afgani.blogspot.com


http://stimator.com/2-muhammad-win-afgani-blogspot-com

Kamis, 01 April 2010

The Learning Process For Mathematical Modelling

It is easy to describe real modelling problems undertaken by the professionals, but how are you to begin your own expertise? As you start, you are probably reasonably confident about elementary calculus, algebra, and trigonometry and perhaps also statistic and mechanics, but constructing mathematical models is a different matter. It is not necessary to attempt complicated modelling problems based on industrial aplications. The 'art and craft' of model building can be learned by startting with quite commonplace situations which contain a mathematical input based only on the mathematical work done at secondary-school level. As experience and knowledge are gained both in conventional mathematics and statistics as well as in modelling, then increasingly demanding problem can be considered. The first examples need not be contrived or false, for there are plenty of simple real-life situations available for study.

By the time that you have worked, you should have gained considerable experience ot mathematicals models and modelling. It is important to do modelling yourself, to try out your own ideas and not to be afraid to risk making mistake. Learning modelling is rather like learning to swim or to drive a car; it is no good merely reading a book on how to do it. Similarly, with modelling, it is not sufficient to read someone else's completed model. Also mathematics has perhaps acquired a reputation for being a very precise and exact subject where there is no room for debate: you are either right or wrong. Of course, it is etirely appropriate and necessary that mathematical principles are based on sound reasoning and development but, when we come to model some given problem, we must feel free to construct the model using whatever mathematical relationship and techniques seem appropriate, and we may well change our minds several times before we are satisfied with a particular model.

It is often important, for the best results, not to work on your own. In industry, it is normal for a team of people to work together on the same model, and the team may consist of engineers or economists as well as mathematicians. It should be the same for beginners at the student level, we hope that the most of the modelling exercises are tried amongst a group. Different people have different suggestions to make, and it is important to pool ideas.

To be a succesful mathematical modeller, it is not sufficient to have axpertise in the techniques of mathematics, statistics and computing. Additional skills to acquired, together with the following general qualities: clear thinking, alogical approach, a goodl feel of data, an ability to communicate and enthusiasm.

Source :
Edwards, Dilwyn & Hamson, Mike. 1990. Guide to Mathematical Modelling. Boca Raton, Florida, USA : CRC Press, Inc.

Selasa, 09 Maret 2010

Pantun Nasehat Komering

Sakoh-koh Ibu Bapak

Kuti telu muari

Mari mangsa serega

Dang lupa rik bujadi

--------------------------------

Dang lupa tiyuh komering

Lamon kok lapah jawoh

Wat ingok kilu bimbing

Mak wat sanggon kok jawoh

--------------------------------

Kacah hati ku diniku

Sayang mak diku pandai

Luh tiyak mecoh batu

Pumatang jadi sungai

--------------------------------

Sija satanda ingok

Tungguk kemeda mak lupa

Najin hintara lawok

Rasa putindih sila

--------------------------------

Pesan papa rik mamak

Niku bai-bai dang lijung

Dipa bumi dipijak

Disan langik dijunjung

--------------------------------

Dunia sementara

Dang ram hagati budi

Sembahyang ki dang lupa

Tutuk da jejak Nabi

--------------------------------

Tabik nyawa kon tangguh

Di kunyin handai tolan

Kintu sikam salah teduh

Ram jama sima a pan

--------------------------------

Randos randos

Nyalai di batang cabe

Jama-jama ram nedos

Sampai sai tahun lagi

--------------------------------

Telatuk burung puyuh

Nyalai dilambung nyiwi

Dang lupa mulang tiyuh

Amon kok radu gawe

--------------------------------

Bismillah pangkal kata

Ingok ram jama Tuhan

Amon kok akhir doa

Jama-jama pai mengan

--------------------------------

Sakoh-sakoh akan asan

Dikunyin-kunyin kuti

Dang lupa perintah Tuhan

Sembahyang dang tinggal lagi

--------------------------------

Najin keliling jagat

Nyepok nak bai puari

Tungguk hengas ram pegat

Mak angka anutan lagi

--------------------------------

Sasurat dilom peti

Tininggal jak sai tuha

Aman kok usai begawi

Umbai akas kirimi do'a

--------------------------------

Sija ninggal cerita

Mak lum hentara jaoh 

Amon radu gawi sa

Kok haga mungga muloh

Kamis, 04 Maret 2010

Algoritma

Algorimta adalah spesifikasi urut-urutan langkah untuk melakukan pekerjaan tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita harus membuat algoritma untuk merencanakan aktivitas kita (meskipun sering kali tidak kita sadari). Membuat jadwal kegiatan hari ini, mengatur waktu persiapan ujian, membuat daftar belanja, dan lain-lain adalah beberapa aktivitas sehari-hari yang melibatkan pembuatan algoritma.

Dalam program komputer, algoritma berarti urutan-urutan langkah kasar yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Algoritma harus dibuat sebelum membuat program dalam bahasa tertentu. Ada beberapa pertimbangan dalam pemilihan algoritma. Pertama, algoritma haruslah benar. Artinya, algortima akan memberikan keluaran yang dikehendaki dari sejumlah masukan yang diberikan. Tidak peduli seberapa bagusnya algortima, bila memberikan keluaran yang salah, pastilah algoritma tersebut bukan merupakan algoritma yang baik.

Kedua, kita harus tahu seberapa baik hasil yang dapat dicapai oleh algoritma tersebut. Hal itu penting terutama pada algoritma-algoritma untuk menyelesaikan masalah yang mebutuhkan aproksimasi hasil (hasil yang hanya berupa pendekatan). Algoritma yang baik harus mampu memberikan hasil yang sedekat mungkin dengan nilai yang sebenarnya.

Ketiga, adalah efisiensi algoritma. efisiensi algoritma dapat ditinjau dari 2 hal, yaitu efesiensi waktu dan memori. Meskipun algoritma memberikan keluaran yang benar (paling mendekati), tetapi bila kita harus menunggu berjam-jam (berhari-hari) untuk mendapatkan keluarannya, algortima tersebut biasanya tidak akan dipakai. Orang menginginkan keluaran yang cepat sehingga segera dapat dilihat. Ada aspek lain yang berhubungan dengan efisiensi algoritma, yaitu tentang memori yang digunakan. Semakin banyak memori yang dibutuhkan algoritma untuk memecahkan suatu masalah, semakin buruklah algoritma tersebut.

Memori yang dibutuhkan dalam pemrograman berhubungan dengan perangkat komputer. Oleh karena sekarang ini harga perangkat keras cenderung menurun, maka efisiensi memori bukanlah masalah yang serius. orang menganggap bahwa waktu proses merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan memori.

Sumber :

Siang, Jong Jek. 2006. Matematika Diskrit dan Aplikasinya pada Ilmu Komputer. Yogyakarta : Andi Offset.

Rabu, 03 Maret 2010

Quantum Teaching

Proses belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya berarti -setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi- dan sampai sejauh mana anda mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses belajar berlangsung (Lozanov, 1978). Quantum Teaching adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya. Dan Quantum Teaching juga menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum Teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas - interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar.

Quantum Teaching dimulai di SuperCamp, sebuah program percepatan Quantum Teaching yang ditawarkan Learning Forum, yaitu sebuah perusahaan pendidikan internasional yang menekankan perkembangan keterampilan pribadi (DePorter, 1992). Dalam program menginap selama dua belas hari ini, siswa-siswa mulai usia sembilan hingga dua puluh empat tahun memperoleh kiat-kiat yang membantu mereka dalam mencatat, menghafal, membaca cepat, menulis, berkreativitas, berkomunikasi, dan membina hubungan - kiat-kiat yang meningkatkan kemampuan mereka menguasai segala hal dalam kehidupan. Hasilnya menunjukkan bahwa murid-murid yang mengikuti SuperCamp mendapatkan nilai yang lebih baik, lebih banyak berpartisipasi, dan merasa lebih bangga akan diri mereka sendiri (Vos-Groenendal, 1991).

Quantum Teaching adalah badan ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitas SuperCamp. Diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning (Lozanov), Multiple Intelligences (Gardner), Neuro-Linguistic Programming (Grinder dan Bandler), Experiential Leraning (Hahn), Socratic Inquiry, Cooperative Learning (Johnson dan Johnson), dan Elements of Effective Instruction (Hunter), Quantum Teaching merangkaikan yang paling baik dari yang terbaik menjadi sebuah paket multisensori, multikecerdasan, dan kompatibel dengan otak, yang - pada akhirnya - akan melejitkan kemapuan guru untuk mengilhami dan kemampuan murid untuk berprestasi. Sebagai sebuah pendekatan belajar yang segar, mengalir, praktis, dan mudah diterapkan, Quantum Teaching menawarkan suatu sintesis dari hal-hal yang anda cari : cara-cara baru untuk memaksimalkan dampak usaha pengajaran anda melalui perkembangan hubungan, pengubahan belajar, dan penyampaian kurikulum. Metodologi ini dibangun berdasarkan pengalaman delapan belas tahun dan penelitian terhadap 25.000 siswa, dan sinergi pendapat dari ratusan guru.

untuk memudahkan pemahaman terhadap filosofi Quantun teaching, terdapat beberapa kata kunci dan definisinya. pertama, Quantum adalah interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum teaching dengan demikian adalah penggubahan bermacam-macam interkasi yang ada di dalam dan disekitar momen belajar. interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain. Kedua, pemercepatan belajar adalah menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan cara sengaja menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai, cara efektif penyajian, dan 'keterlibatan aktif'. ketiga, fasilitasi adalah memudahkan segala hal yang merujuk kepada implementasi strategi yang menyingkirkan hambatan belajar, mengembalikan proses belajar ke keadaannya yang 'mudah' dan alami.

Asas Utama
Quantum Teaching bersandar pada konsep "Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka". Inilah asas utama - alasan dasar dibalik segala strategi, model, dan keyakinan Quantum Teaching. Segala hal yang dilakukan dalam kerangka Quantum Teaching - setiap interaksi dengan siswa, setiap rancangan kurikulum, dan setiap metode instruksional - dibangun di atas konsep tersebut dimana maksudnya mengingatkan kita pada pentingnya memasuki dunia murid sebagai langkah pertama. Untuk mendapatkan hak mengajar, pertama-tama anda harus membangun jembatan autentik memasuki kehidupan murid. sertifikat mengajar atau dokumen yang mengizinkan anda mengajar atau melatih hanya berarti bahwa anda memiliki wewenang untuk mengajar. hal ini tidak berarti bahwa anda mempunyai hak mengajar. mengajar adalah hak yang harus diraih, dan diberikan oleh siswa, bukan oleh Departemen Pendidikan. Belajar dari segala definisinya adalah kegiatan full-contact. dengan kata lain, belajar melibatkan semua aspek kepribadian manusia - pikiran, perasaan, dan bahasa tubuh - disamping pengetahuan, sikap, dan keyakinan sebelumnya serta persepsi masa mendatang. Dengan demikian, karena belajar berurusan dengan orang secara keseluruhan, hak untuk memudahkan belajar tersebut harus diberikan oleh pelajar dan diraih oleh guru.
Jadi, masuki dahulu dunia mereka. Mengapa? karena tindakan ini akan memberi anda izin untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Bagaimana caranya? dengan mengkaitkan apa yang anda ajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi, atau akademis mereka. setelah kaitan itu terbentuk, anda dapat membawa mereka ke dalam dunia anda, dan memberi mereka pemahaman anda mengenai isi dunia ini. disinilah kosakata baru, model mental, rumus, dan lain-lain dibeberkan. seraya menjelajahi kaitan dan interaksi, baik siswa maupun guru mendapatkan pemahaman baru dan "Dunia Kita" diperluas mencakup tidak hanya para siswa, tetapi juga guru. Akhirnya, dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan lebih mendalam ini, siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari ke dalam dunia mereka dan menerapkannya pada situasi baru.

Sumber :
DePorter, Reardon, & Singer_nourie. 2000. Quantum Teaching : Mempraktikan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas. Bandung : Kaifa.

Kamis, 18 Februari 2010

Pentingnya Sebuah Nama

Ada dua kewajiban orang tua yang mutlak harus diberikan kepada putra-putrinya yang baru lahir, adalah :

1. Memberikan nama yang baik
2. Memberikan kasih sayang.
Hadist Rasulullah saw, menerangkan sebagai berikut :
"Sebagian dari pada kewajiban ayah terhadap anaknya, ialah beri dia nama yang baik, ajari dia menulis, dan kawinkan dia apabila ia baligh". (HR. Ibnu Najjar).

Nama merupakan segala sesuatu yang berarti bagi sang anak. Karena nama mengandung sebuah makna dan harapan dari kedua orang tuanya. untuk itu, hendaknya orang tua memberikan nama yang mempunyai harapan baik di hari depannya, sehingga menjadi motivasi bagi sang anak dalam mengarungi bahtera kehidupan. Selain mengandung makna dan harapan kedua orang tua, nama sangat berarti untuk kepentingan itu sendiri, karena nama merupakan predikat dan identitas seseorang.

Nama Berperanan untuk Harga Diri
Salah satu hak anak yang harus dipenuhi oleh orang tuanya adalah memberikan nama yang baik. Nama yang diberikan orang tuanya seringkali menentukan kehormatannya. Dengan nama itu dapat menunjukkan identitas keluarganya, bangsa bahkan agama. Para ahli ilmu jiwa anak-anak maupun ahli pendidikan anak menyadari pentingnya nama dalam pembentukan konsep jati diri. Secara tidak sadar orang akan didorong untuk memenuhi citra (image, gambaran) yang terkandung dalam namanya. Teori labelling (penamaan) menjelaskan, kemungkinan seseorang menjadi jahat karena masyarakat menamainya sebagai penjahat. untuk itu Islam mengajarkan kepada umatnya "berilah nama yang baik kepada anak-anakmu". Karena nama mengandung unsur do'a dan harapan di masa yang akan datang.

Hak anak yang kedua dari orang tuanya ialah, mendapatkan kasih sayang. Banyak para orang tua secara fitri menyayangi anak-anaknya, tetapi sering kali kasih sayang itu tersembunyi. Anak-anak baru mengenal kecintaan orang tua mereka justru ketika orang tua itu sudah meninggal dunia. Sering kali para orang tua tidak mampu mengkomunikasikan kecintaannya. Untuk pertumbuhan kejiwaan mereka yang sehat, mereka memerlukan siraman cinta orang tua mereka.

Apa yang terjadi apabila anak kekurangan atau tidak pernah merasakan kasih sayang orang tuanya. para ahli telah menemukan bahwa pada anak-anak yang mengalami maternal deprivation (pemisah dari ibu) secara fisik (misalnya, karena perceraian atau orang tuanya meninggal) atau secara psikologis (yakni ia tidak terpisah dari orang tuanya secara fisik, tetapi ia tidak mendapatkan kasih sayang yang memadai), ternyata cenderung menderita kecemasan, rasa tidak tenteram, rendah diri, kesepian, agresivitas, negativisme (cenderung melawan orang tua), dan pertumbuhan kepribadian yang lambat. Kekurangan kasih sayang menghambat aktualisasi potensi kecerdasan yang dimilikinya, sehingga anak menjadi sukar belajar.

Pikiran seorang anak, demikian pula fisiknya, memerlukan bantuan untuk pertumbuhannya. Ada tiga macam "siraman" yang penting untuk pertumbuhan pikirannya, yaitu bahasa, bermain, dan kasih sayang.

Sejak bulan pertama kehidupannya, seorang anak perlu diajak bercakap-cakap, didekap, dan diasuh penuh kasih sayang, diberi senyuman, didengarkan dan dirangsang untuk memberikan reaksi dengan bunyi-bunyian atau gerakan. Mereka perlu sentuhan, teman bicara, teman tertawa, memberikan respon dan menerima respon.

Kurangnya perhatian akan membuat mereka tidak bahagia. Anak yang kurang perhatian akan kehilangan semangat hidup, kehilangan selera makan, sehingga pikiran dan badannya tidak tumbuh dengan baik.

Anak-anak belajar dengan melakukan banyak hal. Dengan demikian dalam masa pertumbuhannya, mereka perlu kebebasan untuk mencari dan bermain. Bermain-main bukanlah kegiatan yang tidak berarti, tetapi sangat penting untuk pertumbuhan anak dan dapat membantu mengembangkan mental, sosial, dan keterampilan fisiknya, termasuk berbicara dan berjalan. Bermain dapat merangsang rasa ingin tahu, kecakapan serta rasa percaya diri seorang anak. Bermain juga merupakan landasan sebagai dasar untuk mampu melakukan pekerjaan sekolahnya, mempelajari beberapa keterampilan yang perlu untuk kehidupan kemudian hari.

Bermain tidak selalu berarti menyelesaikan masalah atau mencapai apa saja yang direncanakan oleh orang tuanya. Akan tetapi, permainan anak-anak itu sendiri sangatlah penting sebagai dasar dalam mengenali potensi dirinya sendiri.

Merangsang anak-anak bermain dengan menyediakan barang-barang dan bermacam ide serta bahan adalah cara yang baik dalam membangun kreativitas anak. Alat permainan tidak selalu harus mahal. Dus-dus kosong atau alat rumah tangga sama bermanfaatnya dengan mainan-mainan yang mahal. permainan yang imajinatif, misalnya yang dapat berperan sebagai orang tua, sangatlah penting untuk perkembangan anak.

Anak perlu bantuan untuk mengembangkan daya cipta, mereka perlu tantangan untuk dapat memecahkan masalah dan memutuskan apa yang terbaik. Anak perlu menyatakan keinginannya dan keputusannya dan melihat apa yang akan terjadi.

Bernyanyi dan belajar irama, menggambar, membaca cerita dengan suara keras dapat membantu perkembangan pikiran anak dan mempersiapkan anak untuk belajar menulis dan membaca. Agar dapat tumbuh sehat, semua anak harus diberi pujian dan sanjungan atas semua hasil karyanya.

Semua orang dapat didukung untuk melakukan apa saja, dan tidak terkecuali anak-anak, adalah dukungan sosial. Hal ini biasanya berbentuk pujian atau boleh juga apa saja yang mengungkapkan perhatian, senyuman, lirikan, pelukan, kecupan, dekapan, perhatian yang mendalam, dan mendengarkan yang baik. Masalah orang tua yang utama ialah ketika harus bergaul dengan anak-anaknya pada saat mereka kurang menyukainya. Bila ayah pulang larut malam, ia lelah. Bila ibu juga pulang terlambat, ia kecapekan. Dan mereka harus melakukan banyak hal, bekerja sebagai panitia, menjalankan fungsi sosial, edukatif, dan lain-lain. Lalu apa yang sebaiknya harus dilakukan orang tua ?

Manfaatkanlah waktu yang ada. Pertama janganlah merasa terbebani dengan adanya anak. Hal ini sudah merupakan resiko manusia hidup dalam berumah tangga. Karena anak merupakan amanat Tuhan yang harus dipelihara sebaik-baiknya. Kedua, jika orang tua punya waktu, perhatikanlah waktu itu dengan serius. Inilah waktu untuk saling memahami, untuk mendukung perilaku kecil di mana orang tua menyetujui dari tingkah laku anak-anaknya. Jauh lebih baik lagi bila orang tua memberikan dukungan segera setelah hal-hal kecil itu terjadi. Suatu tingkah laku ataupun prestasi yang diikuti oleh suatu hadiah yang kecil tetapi langsung jauh lebih baik dari pada sebuah hukuman yang besar tetapi terlambat diberikan.

Sumber :
Hasan, Maimunah. 2001. Membangun Kreativitas Anak Secara Islami. Yogyakarta : Bintang cemerlang.

Jumat, 22 Januari 2010

The Philosophy of Mathematics

The philosophy of mathematics is the branch of philosophy whose task is to reflect on, and account for the nature of mathematics. this is a special case of the task of epistemology which is to account for human knowledge in general. The philosophy of mathematics addresses such questions as : What is the basis for mathematical knowledge? What is the nature of mathematical truth? What characterises the truths of mathematics? What is the justification for their assertion? Why are the truth of mathematics necessary truths?.
A widely adopted approach to epistemology, is to assume that knowledge in any field is represented by a set of propositions, together with a set of procedures for verifying them, or providing a warrant for their assertion. On this basis, mathematical knowledge consists of a set of propositions together with their proofs. Since mathematical proofs are based on reason alone, without recourse to empirical data, mathematical knowledge is understood to be the most certain of all knowledge. Traditionally the philosophy of mathematics has seen its task as providing a foundationfor the certainty of mathematical knowledge. That is, providing a system into which mathematical knowledge can be cst to systematically establish its truth. This depends on an assumption, which is widely adopted, implicity if not explicity.

Assumption
The role of the philosophy of mathematics is to provide a systematic and absolutely secure foundation for mathematical knowledge, that is for mathematical truth. This assumption is the basis of foundationism, the doctrine that the function of philosophy of mathematics is ti provide certain foundations for the mathematical knowledge. Foundationism is bound up with the absolutist view of mathematical knowledge, for it regards the task of justifying this view to be central to the philosophy of mathematics.

Source :
Ernest, Paul. 1991. The Philosophy of Mathematics Education. London, UK : RoutledgeFalmer, Taylor & Francis Group.

Rabu, 20 Januari 2010

DASAR PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Sebagai suatu profesi, guru harus berkembang sesuai dengan persyaratan profesionalnya. Karena profesi guru memberikan layanan kepada masyarakat dan anak didik, maka diperlukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta kemampuan yang selalu berkembang. Adapun dasar yang digunakan mengapa profesi keguruan harus dikembangkan adalah :
1. Dasar Filosofis
Guru pada hakekatnya adalah pendidik yang bertugas sebagai pemimpin atau pelayan (agogos). Sebagai pemimpin dan pelayan, guru harus dapat memberikan layanan kepada masyarakat dan anak didik sebaik-baiknya. Sementara tuntutan jaman dan tuntutan anak didik selalu berkembang dari waktu ke waktu. Untuk itu profesi guru harus selalu dikembangkan agar tidak tertinggal dari kemajuan zaman.
2. Dasar Psikologis
Guru selalu berhadapan dengan individu lain yang memiliki keunikan dan kekhasan masing-masing. Setiap individu memiliki pikiran, perasaan, kehendak, keinginan, fantasi, inteligensi, cita-cita, instink, perangai, dan performansi yang berbeda dengan individu lain. Jika guru tidak selalu meningkatkan pemahaman terhadap individu lain (anak didik), maka ia tidak akan dapat menerapkan strategi pelayanannya sesuai dengan keunikan anak didik. Di sinilah pentingnya guru mengembangkan pemahaman aspek psikologis individu lain.
3. Dasar Pendagogis
Tugas profesional utama guru adalah mendidik dan mengajar. Untuk dapat menjalankan tugas mendidik dan mengajar dengan baik, guru harus selalu membina diri untuk mengetahui dan menerapkan strategi mengajar baru, metode baru, teknik-teknik mendidik yang baru, menciptakan suasana pembelajaran yang bervariasi, dan kemampuan mengelola kelas dengan baik. Guru yang tidak mengembangkan kemampuan pembelajarannya selalu menerapkan cara pembelajaran yang telah puluhan tahun digunakan, dan sudah ketinggalan jaman. Guru akan selalu mengikuti perkembangan inovasi di bidang metode pembelajaran.
4. Dasar Ilmiah
Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni selalu berkembang dengan pesat. Guru harus dapat mengembangkan cara berpikir ilmiah agar dapat selalu mengikuti perkembangan IPTEKS tersebut. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari prinsip-prinsip ilmiah selalu dipegang teguh, agr tercipta keadilan dan keobjektifan dalam menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini. Penggunaan sumber belajar yang monoton dan ketinggalan jaman harus dihindarkan. Salah satu ciri orang ilmiah adalah adanya rasa ingin tahu yang besar terhadap IPTEKS yang ditekuninya.
5. Dasar Sosiologis
Masyarakat modern dewasa ini menuntut guru untuk melakukan hubungan dengan orang, organisasi dan masyarakat dengan cara-cara modern juga. Profesi guru dituntut untuk selalu dikembangkan mengikuti teknik-teknik komunikasi lisan dan tertulis melalui media grafis, media massa, media elektronik, media organisatoris, dan media proses kelompok yang serba canggih harus dikenal dan diterapkan dalam proses mendidik. Guru harus pandai-pandai mengadakan hubungan sosial dengan mendayagunakan sarana dan media yang berkembang begitu pesat ini. Hal inilah yang mengharuskan profesi guru dikembangkan.

Sumber :
Soetopo, Hendyat. 2005. Pendidikan dan Pembelajaran : Teori, Permasalahan, dan Praktek. Malang : UMM Press.

PROSES BELAJAR-MENGAJAR SEBAGAI SISTEM

Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen yang terpadu dan berproses untuk mencapai tujuan (Gordon, 1990 ; Puxty, 1990). Proses belajar-mengajar sebagai suatu system yang komponen-komponennya terdiri atas : 1) Siswa, 2) Guru, 3) Tujuan, 4) Materi, 5) Metode, 6) Evaluasi, dan 7) Lingkungan.
Masing-masing komonen itu sebagai bagian yang berdiri sendiri-sendiri, namun dalam beproses di kesatuan system mereka saling bergantung dan bersama-sama untuk mencapai tujuan. Masing-masing komponen system proses belajar-mengajar itu sedikit diulas seperti paparan berikut ini.

Siswa
Teori didaktik metodik telah bergeser dalam menempatkan siswa sebagai komponen proses belajar-mengajar (PBM). Siswa yang semula dipandang sebagai objek Pendidikan bergeser sebagai subjek Pendidikan. Sebagai subjek, siswa adalah kunci dari semua pelaksanaan Pendidikan. Tiada Pendidikan tanpa anak didik. Untuk itu, siswa harus dipahami dan dilayani sesuai dengan hak-hak dan tanggungjawabnya sebagai siswa. Siswa adalah individu yang unik. Mereka merupakan kesatuan psiko-fisis yang secara sosiologis berinteraksi dengan teman sebaya, guru, pengelola sekolah, pegawai administrasi, dan masyarakat pada umumnya. Mereka dating ke sekolah telah membawa potensi psikologis dan latar belakang kehidupan social. Masing-masing memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda. Potensi dan kemampuan inilah yang harus dikembangkan oleh guru di sekolah.

Guru
Guru adalah sebuah profesi. Oleh sebab itu, pelaksanaan tugas guru harus profesional. Walaupun seorang guru sebagai individu memiliki kebutuhan pribadi dan memiliki keunikan tersendiri sebagai pribadi, namun guru mengemban tugas mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan. Untuk itu, guru harus menguasai seperangkat kemampuan yang disebut kompetensi guru. Oleh sebab itu, tidak semua orang bisa menjadi guru yang profesional. Kompetensi guru itu mencakup menguasai siswa, menguasai tujuan, menguasai metode pembelajaran, menguasai materi, menguasai cara mengevaluasi, menguasai alat pembelajaran, dan menguasai lingkungan belajar.

Tujuan
Tujuan yang harus dipahami oleh guru meliputi tujuan berjenjang mulai dari tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan umum pembelajaran, sampai tujuan khusu pembelajaran. Proses belajar-mengajar tanpa tujuan bagaikan hidup tanpa arah. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan secara keseluruhan harus dikuasai oleh guru. Tujuan disusun berdasarkan ciri karakteristik anak dan arah yang ingin dicapai.

Materi
Materi pembelajaran dalam arti luas tidak hanya yang tertuang dalam buku paket yang diwajibkan, akan tetapi mencakup keseluruhan materi pembelajaran. Setiap aktivitas belajar-mengajar pasti harus ada materinya. Anak yang sedang field-trip di kebun raya menggunakan materi jenis tumbuhan dan klasifikasinya. Anak yang praktikum di laboratorium menggunakan materi simbiose katak. Semua materi pembelajaran harus diorganisasikan secara sistematis agar mudah dipahami oleh anak. Materi disusun berdasarkan tujuan dan karakteristik siswa.

Metode
Metode mengajar adalah cara atau teknik penyampaian materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh guru. Metode mengajar ditetapkan berdasarkan tujuan dan materi pembelajaran, serta karakteristik anak.

Sarana atau Alat
Agar materi pembelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa, maka dalam proses belajar-mengajar digunakan alat pembelajaran. Alat pembelajaran dapat berupa benda yang sesungguhnya, imitasi atau tiruan, gambar, bagan, grafik, tabulasi dan sebagainya yang dituangkan dalam media. Media itu dapat berupa alat elektronik, alat cetak, dan tiruan. Menggunakan sarana atau alat pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan, anak, materi dan metode pembelajaran.

Evaluasi
Evaluasi dapat digunakan untuk menyusun gradasi kemampuan anak didik, sehingga ada penanda simbolik yang dilaporkan kepada semua pihak. Evaluasi dilaksanakan secara komprehensif, objektif, kooperatif, dan efektif. Evaluasi dilaksanakan berpedoman pada tujuan dan materi pembelajaran.

Lingkungan
Lingkungan pembelajaran merupakan komponen PBM yang sangat penting demi suksesnya belajar siswa. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan alam, dan lingkungan psikologis pada waktu PBM berlangsung.

Semua komponen PBM itu harus dikelola sedemikian rupa sehingga belajar anak dapat maksimal untuk mencapai hasil yang maksimal pula.

Sumber :
Soetopo, Hendyat. 2005. Pendidikan dan Pembelajaran : Teori, Permasalahan, dan Praktek. Malang : UMM Press.

Jumat, 01 Januari 2010

Tiga Teori yang Melandasi Pendidikan

(a) Teori Tabularasa (John Locke dan Francis Bacon)
Teori ini mengatakan bahwa anak yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas putih yang belum ditulisi (a sheet ot white paper avoid of all characters). Jadi, sejak lahir anak itu tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa. Anak dapat dibentuk sekehendak pendidiknya. Di sini kekuatan ada pada pendidik. Pendidikan dan lingkungan berkuasa atas pembentukan anak.
Pendapat John Locke seperti di atas dapat disebut juga empirisme, yaitu suatu aliran atau paham yang berpendapat bahwa segala kecakapan dan pengetahuan manusia itu timbul dari pengalaman (empiri) yang masuk melalui alat indera.
Kaum behavioris juga berpendapat senada dengan teori tabularasa itu. Behaviorisme tidak mengakui adanya pembawaan dan keturunan, atau sifat-sifat yang turun-temurun. Semua Pendidikan, menurut behaviorisme, adalah pembentukan kebiasaan, yaitu menurut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di dalam lingkungan seorang anak.

(b) Teori Navitisme (Schopenhauer)
Lawan dari empirisme ialah nativisme. Nativus (latin) berarti karena kelahiran. Aliran nativisme berpendapat bahwa tiap-tiap anak sejak dilahirkan sudah mempunyai berbagai pembawaan yang akan berkembang sendiri menurut arahnya masing-masing. Pembawaan anak-anak itu ada baik dan ada yang buruk. Pendidikan tidak perlu dan tidak berkuasa apa-apa.
Aliran Pendidikan yang menganut paham nativisme ini disebut aliran pesimisme. Sedangkan yang menganut empirisme dan teori tabularasa disebut aliran optimisme.
Kedua teori tersebut ternyata berat sebelah. Kedua teori tersebut ada benarnya dan ada pula yang tidak benarnya. Maka dari itu, untuk mengambil kebenaran dari keduanya, William Stern, ahli ilmu jiwa bangsa Jerman, telah memadukan kedua teori itu menjadi satu teori yang disebut teori konvergensi.

(c) Teori Konvergensi (William Stern)
Menurut teori konvergensi hasil pendidikan anak dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu pembawaan dan lingkungan. Diakui bahwa anak lahir telah memiliki potensi yang berupa pembawaan. Namun pembawaan yang sifatnya potensial itu harus dikembangkan melalui pengaruh lingkungan, termasuk lingkungan pendidikan, oleh sebab itu tugas pendidik adalah menghantarkan perkembangan semaksimal mungkin potensi anak sehingga kelak menjadi orang yang berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, nusa, dan bangsanya.
Hak negara terhadap pengajaran dan pendidikan juga diterimanya dari Tuhan (bukan negara polisi atau totaliter), seperti hak orang tua terhadap anaknya. Tetapi, hak itu bukan karena kedudukannya sebagai orang tua, melainkan karena gezag atau kekuasaan yang menjadi milik negara untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsanya, yang sudah menjadi tujuan negara itu sendiri.
Negara mempunyai hak dan kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran bagi warga negaranya, sesuai dengan dasar-dasar dan tujuan negara itu sendiri, yaitu mengatur kehidupan umum menurut ukuran-ukuran yang sehat sehingga menjadi bantuan bagi pendidikan keluarga dan dapat mencegah apa-apa yang merugikan perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya.
Apabila keluarga tidak mungkin lagi melaksanakan pendidikan seluruhnya (misalnya pendidikan kecerdasan, pengajaran, dan sebagian dari pendidikan sosial ; perkumpulan anak-anak), disitulah negara, sesuai dengan tujuannya, harus membantu orang tua dengan jalan mendirikan sekolah-sekolah dan badan-badan sosial lainnya. Demikian juga, negara berhak dan berkewajiban melindungi anak-anak, bila kekuatan orang tua – baik material maupun moral – tidak dapat mencukupi, misalnya karena kurang mampu, tidak sanggup, atau lalai.
Jadi, jelas di sini bahwa hak orang-orang itu tidak mutlak. Hak itu terikat oleh hukum alam dan hukum Tuhan, dan pendidikan itu harus pula sesuai dengan kesejahteraan umum. Tetapi, hak negara yang demikian (turut campur tangan) tidak untuk menduduki tempat orang tua, namun hanya untuk menambah yang kurang saja. Apabila perlu – misalnya, hak orang tua itu dicabut (gila dan sebagainya) – negara harus berusaha memberikan pendidikan kepada si anak, yang sedapat-dapatnya mendekati pendidikan keluarga si anak atau menyerahkan anak itu pada keluarga lain, tidak perlu menjadikan anak milik negara.
Lebih lanjut, negara harus berusaha dan memberi kesempatan agar semua warga negara mempunyai pengetahuan cukup tentang kewajiban-kewajiban sebagai warga negara dan sebagai anggota bangsa yang mempunyai tingkat perkembangan jasmani dan rohani yang cukup, yang diperlukan untuk kesejahteraan umum (pendidikan kewarganegaraan), dan tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan yang berlaku di negara yang bersangkutan.
Negara berhak memiliki sendiri apa yang perlu untuk pemerintahan dan untuk menjamin keamanan, juga untuk memimpin dan mendirikan sekolah-sekolah yang diperlukan untuk mendidik pegawai-pegawai dan tentaranya, asal pemimpin ini tidak mengurangi hak-hak orang tua.

Sumber :
Soetopo, Hendyat. 2005. Pendidikan dan Pembelajaran (Teori, Permasalahan, dan Praktek). Malang : UMM Press.