Selasa, 04 Agustus 2009

Matematika Astronomi : Sejarah Kosmologi

Empat ribu tahun yang lalu Babilonia mempunyai ahli astronomi terlatih. untuk memprediksi gerakan yangnyata dari sebuah bulan, bintang-bintang, planet-planet dan matahari di atas langit, dan juga memprediksi terjadinya gerhana. Akan tetapi, nenek moyang Yunani-lah yang pertama kali membuat sebuah model kosmologi untuk menginterpretasikan gerakan ini. Pada abad ke-4 sebelum Masehi, mereka mempunyai sebuah ide bahwasannya bintang-bintang berada pada sebuah lingkaran angkasa yang berotasi pada bola dunia setiap 24 jam, dan planet-planet, matahari, dan bulan, berpindah di antara bumi dan bintang-bintang.

Model ini di buat beberapa abad yang lalu, puncaknya pada abad ke-2 sesudah Masehi dengan ditemukannya sistem Ptolemi. Gerakan yang sempurna harus berada di dalam lingkaran, maka bintang-bintang dan planet-planet bergerak di dalam lingkaran. Untuk menghitung gerakan yang komplek dari planet-planet digunakan epicides maka perpindahan planet-planet di lingkaran melalui lingkaran sekitar arah bumi.

Meskipun hal ini adalah sebuah struktur yang kompleks. Ptolemy membuat sebuah model yang berhasil memproduksi gerakan yang terjadi pada sebuah planet, pada abad 16. Ketika Copernicus mengusulkan sebuah sistem heliosentrik, dia tidak bisa menyesuaikan dengan keakuratan sistem pusat bumi yang dimiliki Ptolemy. Ptolemy memmbuat sebuah model dimana bumi berotasi dan bersama-sama dengan planet lainnya berpindah dalam sebuah orbit sirkular matahari. Akan tetapi, bukti penelitian pada waktu itu sangat mendukung pada sistem Ptolemaic.

Ada banyak alasan lainnya mengapa para ahli astronomi menolak dugaan Copernicus yang menyatakan bahwa bumi mengorbit pada matahari. Tycho Brane seorang astronomi terbesar pada abad 16 menyatakan bahwa jika bumi mengitari matahari, maka posisi relatif bintang-bintang akan berubah seperti yang terlihat dari bagian-bagian yang berbeda pada orbit bumi. Akan tetapi, tidak ada bukti dalam hal ini, disebut dengan parallax. Walaupun bumi tetap atau tidak, bintang-bintang akan menjadi semakin jauh secara mengejutkan.

Dengan bantuan dari sebuah penemuan terbaru, yaitu teleskop, di awal abad 17 Galileo menyatakan bahwa suatu hal yang fatal pada anggapan bahwa bumi adalah pusat dari alam ini. Dia menemukan bulan mengorbit pada planet Jupiter. Dan jika bulan dapa mengorbit pada planet lain, mengapa planet-planet itu tidak mengorbit pada matahari ?

Pada waktu yang sama, Tycho Brane asisten Keppler menemukan kunci untuk membuat sebuah model heliocentrik. Planet-planet berpindah dalam bulatan panjang, bukan lingkaran yang sempurna, seperti matahari. Terakhir Newton menunjukkan bahwa gerakan berbentuk bulat panjang di jelaskan dengan hukum kuadrat berbalik pada kekuatan gravitasi.

Tapi banyaknya penelitian parallax dalam posisi yang menarik dari sebuah bintang-bintang seperti bumi yang berotasi pada matahari, mengindikasikan bahwa bintang-bintang mempunyai jarak yang sangat jauh dari matahari. Kosmos kelihatan menjadi sebuah laut yang luas terdiri dari bintang-bintang, jika dilihat dengan bantuan teleskop. Galileo menemukan 4 ribu bintang-bintang baru di mana mereka tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Newton menyimpulkan bahwa alam merupakan sebuah lautan bintang-bintang yang abadi dan tak terbatas, seperti matahari kita.

Tidak sampai pada abad ke-19 ketika para ahli astronomi dan matematikawan Bessel pada akhirnya dapat mengukur jarak ke bintang dengan menggunakan Parallax. Bintang yang terdekat (selain dari matahari) sekitar 25 juta, juta mil jauhnya ! ( dengan membandingkan matahari yang jauhnya 93 juta mil dari bumi)

Kebanyakan dari bintang-bintang yang dpaat kita lihat terdapat di Milky Way-kumpulan bintang-bintang yang terang yang terbentang di langit pada malam hari. Kant dan yang lainnya menunjukkan bahwa Miky Way merupakan sebuah lensa yang disebut 'pulau dunia' atau galaksi, dan di atas Milky Way masih ada banyak galaksi lain.

Seperti bintang-bintang dan planet-planet, para ahli astronomi menemukan titik kabur cahaya pada malam hari, mereka menyebutnya dengan nebula. beberapa ahli astronomi berpendapat bahwa ini adalah galaksi yang jauh. Pada tahun 1920 ahli astronomi Amerika Hubble menemukan beberapa nebula di mana ukurannya sama seperti bintang jauh dalam Milky Way.

Hubble juga membuat penemuan yang luar biasa bahwa galaksi terlihat berpindah menjauhi kami, dengan sebuah kecepatan yang seimbang sesuai jaraknya dari kami. Ini kelihatannya lebih realistas dan merupakan penjelasan yang nyata dalam penemuan Einstein dengan teori Relativitas : Alam semesta kami adalah luas !

mungkin saja, Einstein telah memprediksi bahwa alam semesta ini luas, sesudah mengajukan teori pertamanya di tahun 1915. Masalah ini cenderung pada jatuh secara bersama-sama karena gravitasi maka tidaklah mungkin untuk menyatakan bahwa alam semesta itu tidak bergerak. Einstein menyadari ia dapat menggunakan ketetapan arbitrer pada persamaan matematikanya, yang dapat menyeimbangkan kekuatan gravitasi dan tidak mengikutsertakan galaksi. Hal ini dikenal dengan ketetapan kosmologi. Sesudah adanya penemuan yang menyatakan bahwa alam itu luas, Einstein mengumumkan bahwa ketepatan kosmologi adalah kekeliruan terbesar dalam hidupnya.

Ahli matematika meteorologi dari Rusia Friedmann mengatakan di tahun 1917 bahwa Einstein menghitung sebuah gambaran dari sebuah alam yang luas. Solusi ini mencantumkan bahwa alam lahir dari pada satu momen, sekitar sepuluh ribu juta tahun lalu. Semua itu, bahkan alam semesta sendiri, tercipta hanya pada satu ketika. Astronom Inggris Fred Hoyle menyebutnya sebagai "Big Bang".

Ada sebuah teori yang menjadi saingan, disebut dengan Teori Steady State diajukan oleh Bondi, Gold, dan Hoyle yang dibuat untuk menjelaskan perluasan alam raya. Hal ini membutuhkan penciptaan sesuatu yang bersambung untuk membuat galaksi-galaksi baru sebagai perluasan alam raya, menyakinkan bahwa alam raya itu dapat bertambah luas tetapi selalu tetap dalam waktu.

untuk beberapa tahun hal ini hayalah terlihat sebagai sesuatu yang akademis, dimana alam raya abadi dan dapat berubah, atau hanya eksis untuk jangka waktu yang terbatas. Tapi sebuah pukulan telak memruntuhkan model steady state ketika pada tahun 1965 Penzias dan Wislson menemukan sebuah radiasi mikrowave kosmik. Hal ini menunjukkan hasil radiasi dari sebuah ledakan besar yang panas, dimana diprediksi oleh Alpher dan Hermann di tahun 1949.

Menindaklanjuti dari kerja Gamow, Alpher dan Hermann ditahun 1940, teorinya adalah menghitung kelebihan relatif dari Hidrogen dan Helium yang mungkin dihasilkan pada saat ledakan Big Bang dan menemukan hal itu seseuai dengan pengamatan. Ketika kelebihan relatif cahaya lain dihitung keduanya konsisten dengan nilai yang diamati.

Sejak 1970, banyak ahli kosmologi yang menerima model Big Bang dan mulai bertanya lebih spesifik, tetapi tetap fundamental, pertanyaannya mengenai alam raya ini. Mengapa galaksi-galaksi dan sekelompok galaksi yang kami ini diluar dari bentuk perluasan sebelumnya. Alam raya ini terbuat dari apa ? bagaimana kami mengetahui bahwa tidak ada lubang hitam atau bentuk-bentuk hitam di atas sana yang tidak bersinar seperti bintang ? relativitas umum menyatakan bentuk kurva ruang waktu, lalu bagaimanakah bentuk alam raya ? apakah ada sebuah kosmologi yang tetap sesudah itu ?

Kami hanya akan menjawab beberapa pertanyaan saja. Latar belakang radiasi gelombang mikro kosmik memainkan peranan penting dengan memberikan gambaran tentang alam semesta hanya seratus ribu tahun setelah Bing Bang. Hal ini adalah urutan yang luar biasa, pada tahun 1992 satelit Cosmic Background Explorer NASA mendeteksi anisotropies pertama pada latar belakang radiasi. Ada sedikit fluktuasi pada suhu radiasi, sekitar satu bagian per 500.000, mungkin awal dari terbentuknya galaksi.

Sejak awal 1980, ada sebuah penelitian yang menarik dari bentuk fisik awal alam raya. Teknologi baru dan penelitian dengan satelit, seperti teleskop Hubbie memberikan gambaran dari alam raya ini, menginspirasikan teori baru untuk meghasilkan lebih banyak model-model yang lebih hebat.

Sumber :
Haza'a, Salah Kaduri. dkk, 2004. Sejarah Matematika Klasik dan Modern. Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan Press.