Jumat, 06 Februari 2009

AL-KHUYANDI : Teori Matematikanya "Mengilhami" Teorema Fermat yang Mengguncang Dunia

Bulan juni 1993, media-media cetak dan elektronika sempat gonjang-ganjing. Dunia ilmu pengetahuan gempar berat. Dan kegemparan itu berpangkal pada Prof. Dr. Andrew Wiles seorang matematikawan muda (40 tahun) yang ahli teori bilangan dari Universitas Priceton AS yang dinilai sukses besar dalam membuktikan dan memecahkan teka-teki teori terakhir Fermat yang telah berusia 356 tahun - setelah menyuntuki selama kurang lebih 5 tahun.

Dalam wujud kalimat, teorema atau dalim itu berbunyi : "jika x, y, dan z masing-masing merupakan bilangan bulat positif, maka x berpangkat n ditambah y berpangkat n mustahil akan menghasilkan z berpangkat n, keculai bila n berupa bilangan bulat dan maksimal sama dengan dua". (yang dimaksud bilangan bulat positif adalah 1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya. Jadi bukan pecahan seperti 0,2 atau 0,3 atau 1/2, 1/4 dan semacamnya).

Sedang dalam bentuk persamaan dapat ditulis :
, untuk n > 2


Tapi, jika n = 2 maka akan sama persis dengan persamaan dari teorema Phytagoras yang sudah jamak bagi siswa sekolah menengah atau santri madrasah.
"Teka-teki" teori Fermat baru muncul jika n > 2
misalkan n = 3 maka 4^3 + 3^3 tak sama dengan 5^3 sebab 64 + 27 = 91 sedangkan 5^3 itu sendiri adalah 125. Dengan kata lain 91 bukanlah 5^3.
Jadi teori tersebut sangatlah benar. Yang payah ialah membuktikan kebenarannya itu. Cobalah umpamanya mencari bilangan z yang bulat untuk persamaan-persamaan dengan n > 2 berikut :
2^3 + 3^3 = z^3, maka z = ?
1^4 + 2^4 = z^4, maka z = ?
puyeng, saking sulitnya !

Teka-teki besar yang berusia 3 abad lebih inilah yang kabarnya telah mampu dibuktikan oleh Prof. Dr. Wiles pada tahun 1993 lalu, dan sebelumnya oleh pendekar matematika negeri Nippon, Yutaka Taniyama pada 1954 - walau secara tidak langsung.

Lantas apa kaitannya dengan Al-Khuyandi yang hidup sekitar 700 tahun sebelum lahirnya Pierre De Fermat, pencetus teori tersebut ?.

Ilmuwan legendaris Al-Biruni dalam "Tahdid Nihayat Al Amakin" dalam RIMA viii (1962) mengakui dan menyanjung-nyanjung Khuyandi sebagai cendekiawan yang "Awhad Zamanihi" (tiada tandingan dan tiada bandingan di masanya) terutama di bidang konstruksi aneka rupa peralatan astrolabe dan peralatan astronomis lain. Sejumlah manuskrip yang telah diabadikan dari risalahnya "Fi'amal al-Ala al-Amma" mendeskripsikan suatu instrumen universal yang disebut "al-Ala al-Amma" atau "al-Shamila". Ini biasanya digunakan sebagai pengganti asrolabe atau quadrant-alat berbentuk seperempat lingkaran. Astronom dan matematikawan spesialis geometri ini pintar pula merencang bangun sebuah sfera perlengkapan militer dan perlengkapan lain. Untuk merekayasa semua instrumen tersebut tentunya Al-Khuyandi telah habis-habisan berkubang dalam berbagai masalah teoritis bidang-bidang terkait, termasuklah umpamanya yang menyangkut tata letak rancangan sebuah astrolabe.

Dari eksperimen-eksperimen itulah Khuyandi berhasil pula menemukan setidak-tidaknya 2 metode seperti yang digunakan Abu Nasr Mansur, untuk menentukan posisi dan lingkaran-lingkaran dari azimut pada astolabe melalui titik potong atau persimpangan antara khatulistiwa (equator) dan mukantarat (risala fi mujazat dawa'ir al-Sumut fi'l Asturlab' dalam "rasa'il ila al-Biruni", Hyderabad 1948).

Karya terpenting Khuyandi dalam sfera instrumen-instrumen astronomis adalah sekstan yang disebut "al-Suda al-Fakhri" (dipersembahkan khusus kepada Fakhr al-Dawla) yang dirancang untuk menentukan kemiringan ekliptik. Peralatan tersebut dan bermacam observasi yang dilakukan dengan memakai instrumen itu dilukiskannya dalam buku "risala fi'il mayl wa 'ard al-balad" (editor L.Cheikho, dalam "Machriq", 1908).

Al-Biruni sendiri memberikan analisis terinci tentang ini dalam kitabnya "tahdid" yang dianggap dilandaskan pada "makalah fi tashih al-mayl" karangan Khuyandi (mungkin diidentikkan dengan "risala fi'l mayl" yang dikutip di atas).

Sekstan tersebut memiliki diameter 40 dhira' atau cubit (1 cubit kira-kira sama dengan 18-22 inchi), sedang sekstannya al-Biruni beridiameter 80 cubit. Dibuatnya di Tabruk dekat Rayy serta diselaraskan dengan perencanaan untuk menentukan meridian (garis bujur); dikelilingi dengan dinding-dinding dan bagian atasnya dilingkupi semacam atap dan dibagian tertentu terdapat semacam kubah atau kolong dengan sebuah celah bergaris tengah 3 shibr (= jengkal) berada persis di pusat sekstan. Alat ini dapat digunakan untuk mengukur cahaya matahari, melalui proses pemantulan cahaya matahari yang kemudian terlempar masuk ke dalam bolongan bulat pada sekstan tersebut. Dan untuk menentukan pusatnya, Khuyandi menggunakan sebuah lingkaran yang berjari-jari sama dengan 2 diameter yang tegak lurus dan ditempatkan dilingkaran tersebug sehingga dapat diterpa cahaya.

Intelektual yang gegap gempita dengan prestasi besar ini menekankan dan mengklaim bahwa sekstan merupakan hasil temuannya dan dengan itu, katanya, "Aku dapat membuat perhitungan-perhitungan hingga ke atom-atom terkecilnya". Instrumen serupa tampaknya telah digunakan pula dalam observatori-observatori di Maragha (didirikan sebelum tahun 660/1261 - 1262) dan di Samarkand (ditegakkan pada 823/1420).

Dengan "Suds al-Fakhri" ini, Khuyandi mengamati ketinggian meridian dititik balik matahari (soltice) musim kemarau dan dititik balik matahari musim dingin tahun 384/994. Prosedurnya meliputi kegiatan observasi-observasi selama 2 hari berturut-turut pada saat titik balik matahari dan dalam pemetaan, momentum yang tepat lewat matahari masuk ke titik baliknya. Semua ini dapat dilaksanakan sekitar bulan juni, namun observasi ulangan dengan prosedur sama, yang dilakukan di bulan desember mengalami hambatan oleh awan sehingga ketepatan dan keseksamaan seluruh observasi turut berpengaruh. Observasi-observasi tersebut dilakukan di bawah bimbingan dan pengawasan sekelompok intelektual peneliti senior, termasuk dalam hal penggarapan laporan-laporannya. Hasil nya adalah sigma = 23 derajat 32 menit 19 detik (sedang versi al-Biruni dalam "al-Kanun Al Mas'udi", Hyderabad 1954, adalah sigma = 23 derajat 32 menit 21 detik, terpaut 2 detik). Hasil tersebut jika diperbandingkan dengan pengamatan astronom-astronom india (24 derajat) dan Ptolemy (23 derajat 51 menit) akan semakin mengokohkan justifikasi pada keyakinan Khuyandi dalam masalah reduksi progresif pada kemiringan ekliptika. Al-Biruni sendiri percaya bahwa harga sigma itu konstan (dalam "Tahdid" dan "Kanun") menegaskan bahwa Khuyandi mengatakan kepadanya bahwa celah kolong yang dimasuki berkas cahaya matahari itu telah dipindahkan ke sebelah bawah sekitar sejengkal sebelum dilaksanakan observasi-observasi mengenai titik balik matahari musim dingin. Sehingga dengan demikian ia tidaklah tepat benar dengan pusat sekstan. Fakta ini dapat menjelaskan tentang berkurangnya harga sigma pada penentuan-penentuan lain yang dilakukan secara kasar di waktu-waktu yang sama.

Selain itu, Khuyandi melancarkan pula serentetan observasi ilmiah lain semisal menentukan garis lintang kota Rayy pada 35 derajat 34 menit 39 detik, disamping menegaskan bahwa ia juga telah mengobservasi planet-planet untuk (dipersembahkan hasilnya kepada) Fakhr al-Dawla dengan menggunakan sfera-sfera untuk keperluan kemiliteran dan peralatan astronomi lain.

Hasil akhir dari penelitian tersebut dikompilasi dalam sebuah buku bertajuk "al-Zij al-Fakhri". Selain itu, sebuah salinan dari sebuah "Zij" berbahasa Persia, diabadikan dalam Majlis Library di Teheran Iran, diduga didasarkan pada observasi-observasi ilmiah al-Khuyandi. Periode yang tercantum pada tabel-tabel pergerakan-pergerakan rerata itu adalah 600 tahun dari era Yazdagirdi, atau seputar 2 abad setelah kemangkatan al-Khuyandi (lihat E.S. Kennedy, "A Surve 0f Islamic Astronomical Tables", sebuah survey perihal tabel-tabel astronomi islam, 1956).

Nama resmi ilmuwan asal Khuyand Transoxania ini adalah Abu Mahmud Hamid bin al-Khidr al-Khuyandi. ia hidup di masa pemerintahan Buwayhid Fakhr al-Dawla (366-387/976 - 997) dan wafat ditahun 390/1000 dengan mewariskan sejumlah karya ilmiah dibidang astronomi dan matematika, khususnya geometri.

Di antara begitu banyak karya matematikanya, yang pada umunya telah menguap entah ke mana, sebagian masih bisa dijumpai di Kairo yaitu dalam wujud manuskrip dari sebuah risala tentang geometri. Dan perhatian utamanya difokuskan khusus pada resolusi atau penguraian persamaan-persamaan berpangkat 3 dengan metode-metode geometri. Dari kekhusyuan mengkaji dan ketekunannya menelaah ia berhasil menciptakan satu rumusan atau dalil atau teorema yang berbunyi bahwa "jumlah dua bilangan berpangkat 3 tak akan membuahkan bilangan berpangkat 3 lainnya" (The sum of two cubed numbers cannot be another cube).

Kendati bunyi kalimat kedua teorema tersebut (versi Fermat dan versi Khuyandi) tampak berbeda namun jika dicermati baik-baik, apalagi kalau disertai dengan elaborasi intelektual yang memadai maka akan terasa adanya nuansa kemiripan. Atau mungkin, dengan kalimat yang bijaksana dapat dikatakan bahwa teori Fermat tersebut bukanlah gagasan murni Pierre De Fermat melainkan merupakan pengembangan berantai dari ide atau teorem al-Khuyandi yang telah berumur kurang lebih 1000 tahun itu. Atau paling tidak, Khuyandi memiliki saham utama bagi munculnya teka-teki teori Fermat. Perlu pula diingatkan bahwa dalil tersebut ditulis Fermat hanya dalam bentuk catatan-catatan lepas di tepi halaman bukunya. Lalu menyebutkan bahwa ia telah menemukan bukti-buktinya - namun tidak dituliskannya, dengan alasan kekurangan tempat di halaman buku tersbut.

Di samping teori itu, Khuyandi pun terbilang penemu "Kaidah Sinus" yang diistilakannya sebagai "Kaidah Astronomis".

Nasir al-Din al-Tusi dalam "kitan Shakl al-Katta", Istambul 1891 menegaskan bahwa Abu'l Wafa' al-Buzajani, Abu Nasr Mansur bin Ali bin Irak dan al-Khuyandi merupakan 3 serangkai penulis yang memiliki peran dan jasa besar dalam penemuan "Kaidah Sinus", (atau "Kaidah Astronomis" (Kanun al-Hay'a menurut istilah Khuyandi, lantaran kerapnya digunakan dalam astronomi)). Meskipun demikian, P.Luckey dalam salah satu bukunya, pada prinsipnya menolak pera al-Khuyandi dengan alasan bahwa ia adalah "intelektual lapangan". Kendati karyanya merupakan karya-karya unggulan yang menghentak emosi namun dia lebih sibuk bergerak di ladang astronomis praktis.

Sumber :
Arsyad, Natsir. 2000. Cendekiawan Muslim dari Khalili sampai Habibie. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Tidak ada komentar: