Selasa, 05 Februari 2008

Media Pembelajaran

Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ’tengah’, ’perantara’, atau ’pengantar’. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. AECT (Association of Education and Communication Technology, 1977) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan utnuk menyampaikan pesan atau informasi. Disamping sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang sering diganti dengan kata mediator menurut Fleming (1987 : 234) adalah penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya. Dengan istilah mediator, media menunjukkan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar, yaitu siswa dan isi pelajaran. Ringkasnya, media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pengajaran. (Arsyad, 2003 : 3)

Fungsi Media
Levie & Lentz mengemukakan empat fungsi media pengajaran, khususnya media visual, yaitu (a) fungsi atensi, (b) fungsi afektif, (c) fungsi kognitif, dan (d) fungsi kompensatoris.
Fungsi atensi media merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.
Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar.
Fungsi kognitif media visual yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
Fungsi kompensatoris media pengajaran memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. Dengan kata lain, media pengajaran berfungsi untuk mengakomodasi siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal. (Arsyad, 2003 : 16)

Manfaat Media
Manfaat media menurut Kemp & Dayton, yaitu sebagai berikut :
1. Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku. Setiap pelajar yang melihat atau mendengar
penyajian melalui media menerima pesan yang sama.
2. Pengajaran bisa lebih menarik. Media dapat diasosiasikan sebagai penarik perhatian dan
membuat siswa tetap terjaga dan memperhatikan.
3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif.
4. Lama waktu pengajaran yang diperlukan dapat dipersingkat.
5. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan.
6. Pengajaran dapat diberikan kapan dan dimana diinginkan atau diperlukan.
7. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat
ditingkatkan.
8. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif. Beban guru untuk penjelasan yang
berulang-ulang mengenai isi pelajaran dapat dikurangi bahkan dihilangkan.
(Arsyad, 2003 : 22)

Kriteria Pemilihan Media
Kriteria pemilihan media bersumber dari konsep bahwa media merupakan bagian dari sistem instruksional secara keseluruhan. Untuk itu ada beberapa kriteria yang patut diperhatikan dalam memilih media, yaitu :
1. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan yang secara umum mengacu kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
2. Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi. Agar dapat membantu proses pembelajaran secara afektif, media harus selaras dan sesuai dengan kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental siswa.
3. Praktis, luwes, dan bertahan. Kriteria ini menuntun para guru/instruktur untuk memilih media yang ada, mudah diperoleh, atau mudah dibuat sendiri oleh guru. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan dimana pun dan kapan pun dengan peralatan yang tersedia disekitarnya, serta mudah dipindahkan dan dibawa kemana-mana.
4. Guru terampil menggunakannya. Ini merupakan salah satu kriteria utama. Apa pun media itu, guru harus mampu menggunakannya dalam proses pembelajaran.
5. Pengelompokan sasaran. Media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil atau perorangan. Ada media yang tepat untuk jenis kelompok besar, kelompok sedang, kelompok kecil, dan perorangan.
6. Mutu teknis. Pengembangan visual baik gambar maupun fotograf harus memenuhi persyaratan teknis tertentu. Misalnya, visual pada slide harus jelas dan informasi atau pesan yang ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen lain yang berupa latar belakang.
(Arsyad, 2003 : 72)

Sumber :
Arsyad, Azhar. 2003. MEDIA PEMBELAJARAN. Jakarta : Raja Grafindo Persada

FENOMENA BELAJAR MANDIRI

Belajar mandiri merupakan salah satu model yang diterapkan di kelas konvensional. Proses belajar mandiri, memberi kesempatan para peserta didik untuk mencerna materi ajar dengan sedikit bantuan guru. Mereka mengikuti kegiatan belajar dengan materi ajar yang sudah dirancang khusus sehingga masalah atau kesulitan sudah diantisipasi sebelumnya. Model belajar mandiri ini sangat bermanfaat, karena dianggap luwes, tidak mengikat, serta melatih kemandirian siswa agar tidak tergantung atas kehadiran atau uraian materi ajar dari guru. Berdasarkan gagasan keluwesan dan kemandirian inilah belajar mandiri telah ber’metamorfosis’ sedemikian rupa, diantaranya menjadi sistem belajar terbuka, belajar jarak jauh, dan e-learning. Perubahan tersebut juga dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain dan kenyataan di lapangan.

MODEL BELAJAR MANDIRI
1. Sistem Belajar Terbuka (SBT)
Sistem belajar terbuka merupakan proses belajar mandiri yang dirancang tanpa mengindahkan prasyarat umum dan akademik, seperti batasan usia, pendidikan sbelumnya, seperti layaknya belajar di kelas konvensional. SBT sebagaimana halnya belajar mandiri, tidak memiliki jadwal dan lokasi tertentu. Mengingat ciri-ciri tadi, maka SBT memungkinkan seseorang untuk belajar sesuai dengan ritme, gaya belajar, serta laju belajar sendiri. Tidak adanya pembatasan usia memungkinkan kesempatan terbuka bagi siapa saja yang berminat. Lokasi belajar dapat ditentukan sendiri oleh siswa.
Dengan demikian seorang siswa dapat dengan leluasa belajar tanpa terganggu atau mengganggu (siswa) orang lain (Malone, 1997 & Dorell, 1993). Namun, SBT memiliki beberapa kelemahan, diantaranya :
* Diperlukan “kedewasaan” sikap siswa/peserta didik dalam proses belajar untuk menghadapi kendala dan menentukan pemecahan sendiri.
* Tidak terjadi proses sosialisasi menyebabkan SBT dijauhi oleh siswa usia tertentu. Peserta didik ‘merasa’ tidak mempunyai teman sekelas atau seangkatan.
* Adanya keterlambatan respons (delayed feedback) atas kesulitan belajar, sedangkan dalam kelas konvensional guru segera menanggapinya.
* Di indonesia, masyarakat masih percaya bahwa proses belajar berikut kehadiran guru adalah proses belajar yang sebenarnya.

2. Belajar Jarak Jauh (BJJ)
Arti sebenarnya BJJ adalah antara siswa dan penyaji materi terpisah oleh jarak, sehingga perlu ada upaya tertentu untuk mengatasinya. Bagi Malone (1997), BJJ berlangsung ketika antara penyaji dan peserta didik terpisah karena jarak dan peserta didik mempelajari materi ajar yang sudah dirancang khusus untuk itu. Malone menyatakan bahwa BJJ sudah berevolusi. Generasi pertama BJJ adalah correspondence learning. Materi ajar dikirimkan melalui jasa pos. Generasi kedua BJJ ditandai dengan penggunaan media audiovisual dan program pelatihan berasas computer (computer-based training or CBT), berikut program tutorial terjadwal. Sedangkan generasi ketiga BJJ sudah menggunakan jasa telekomunikasi. Sudah tentu produk teknologi canggih seperti mesin faks, teleconference (melalui satelit), atau e-mail sudah digunakan. Menagatasi masalah komunikasi belajar seperti delayed feedback merupakan alasan penggunaan jasa telekomunikasi. Akhir-akhir ini, semakin jelas terlihat penggunaan jasa satelit mendorong pengembangan model e-learning.

3. Belajar Mandiri di Organisasi : Flexible Learning dan Belajar Berasas Sumber (Resource-based Learning)
Selain SBT dan BJJ, istilah flexible learning juga diperkenalkan oleh Malone. Ia menyatakan baik SBT maupun BJJ dapat disebut sebagai flexible learning. Keduanya mengandung aspek keluwesan (flexible). Dorell menambahkan bahwa flexible learning adalah proses belajar yang memanfaatkan semua sumber belajar yang tersedia, sebagaimana dibutuhkan oleh peserta didik. Untuk mendukung kelancaran proses belajar, Dorell menganggap bahwa segala sumber belajar berikut SDM harus tersedia dan bekerja bersama-sama sebagai satu system. Bagi kemudahan pemanfaatan sumber belajar tersebut, maka diperlukan pelembagaan dan pengelolaan sumber belajar yang sebaik-baiknya.

PERAN GURU/INSTRUKTUR
Proses belajar mandiri mengubah peran guru atau instruktur, menjadi fasilitator, atau perancang proses belajar. Sebagai fasilitator, seorang guru atau instruktur membantu peserta didik mengatasi kesulitan belajar, atau ia dapat menjadi mitra belajar untuk materi tertentu pada program tutorial. Tugas perancang proses belajar mengharuskan guru untuk mengolah materi ke dalam format sesuai dengan pola belajar mandiri.

MATERI AJAR
Seluruh model belajar mandiri seperti tersebut tadi, menggunakan materi ajar yang telah dirancang khusus untuk itu. Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh materi ajar ini adalah :
Kejelasan rumusan tujuan belajar (umum dan khusus)
* Materi ajar dikembangkan setahap demi setahap, dikemas mengikuti alur desain pesan, seperti keseimbangan pesan verbal dan visual, clues : warna, garis, alur dan seterusnya.
* Materi ajar merupakan system pembelajaran lengkap, yaitu ada rumusan tujuan belajar, materi ajar, contoh / bukan contoh, evaluasi penguasaan materi, petunjuk belajar dan rujukan bacaan. Jika diperlukan, cantumkan pula sumber-sumber belajar yang mendukung.
* Materi ajar dapat disampaikan kepada siswa melalui media cetak, atau komputerisasi seperti CBT, CD-ROM, atau program audio/video.
* Materi ajar itu sendiri dikirim dengan jasa pos, atau menggunakan teknologi canggih dengan internet (situs tertentu) dan e-mail; atau dengan cara lain yang dianggap mudah dan terjangkau oleh peserta didik.
* Penyampaian materi ajar dapat pula disertai program tutorial, yang diselenggarakan berdasarkan jadwal dan lokasi tertentu atau sesuai dengan kesepakatan para peserta didik.

Sumber :
Prawiradilaga, Dewi Salma & Siregar, Eveline. 2004. MOZAIK TEKNOLOGI PENDIDIKAN. Jakarta : Kencana.