Selasa, 17 Februari 2009

Kelebihan dan Kekurangan E-Learning

Menyadari bahwa di internet dapat ditemukan berbagai informasi dan informasi itu dapat diakses secara lebih mudah, kapan saja dan dimana saja, maka pemanfaatan internet menjadi suatu kebutuhan. Bukan itu saja, pengguna internet bisa berkomunikasi dengan pihak lain dengan cara yang sangat mudah melalui teknik e-moderating yang tersedia di internet.

Dengan mengambil contoh SMART School di Malaysia, setiap introduksi suatu teknologi pendidikan tertentu yang baru seperti pemanfaatan internet, maka ada empat hal yang perlu disiapkan, yaitu :

a. Melakukan penyesuaian kurikulum. Kurikulum sifatnya holistik di mana pengetahuan, keterampilan dan nilai (values) diintegrasikan dengan kebutuhan di era informasi ini. Kurikulumnya bersifat competency-based curriculum.

b. Melakukan variasi cara mengajar untuk mencapai dasar kompetensi yang ingin dicapai dengan bantuan komputer.

c. Melakukan penilaian dengan memanfaatkan teknologi yang ada (menggunakan komputer, online assessment system), dan

d. Menyediakan material pembelajaran seperti buku, komputer, multimedia, studio, dan lain-lain yang memadai. Materi pembelajaran yang disimpan di komputer dapat diakses dengan mudah baik oleh guru maupun siswa


Pihak pengelola SMART School beranggapan bahwa penggunaan ICT khususnya internet bisa mendorong murid menjadi lebih aktif belajar (active learners), dimungkinkan adanya berbagai variasi yang dapat dilakukan dalam proses belajar dan mengajar, diperolehnya keterampilan yang berganda dan dicapainya efisiensi. Harian Sunday Star (30 Juni 2002) menyebut SMART School adalah contoh sekolah masa depan. Sekolah-sekolah percontohan dengan menggunakan perangkat teknologi informasi ini menjadi model yang dilaksanakan oleh berbagai negara. Di Singapura ada "Excellent School", di Thailand ada "Progressive School", di Filipina disebut "Pilot School", dan sebagainya. Di Indonesia, sekolah yang menggunakan teknologi informasi dalam proses belajar ini ternyata bisa menarik banyak siswa. Para orang tua juga cenderung mengirim anaknya ke sekolah yang demikian walaupun biayanya relatif lebih mahal dibandingkan sekolah lainnya yang tidak menggunakan teknologi informasi tersebut.

Dari berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi yang tersedia di literatur, memberikan petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999 ; Soekartawi, 2002 ; Mulvihil, 1997 ; Utarini, 1997), antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :

* Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara reguler atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat, dan waktu.

* Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari.

* Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer.

* Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet.

*Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.

* Berubahnya peran siswa dari biasanya pasif menjadi aktif.

* Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka yang bertugas di kapal, di luar negeri, dan sebagainya.

Walaupun demikan pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001 ; Beam, 1997), antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :

* Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar-siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar.

* Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis / komersial.

* Berubahnya peran guru dari semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT.

* Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal.

* Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon, ataupun komputer)

* Kurangnya mereka yang mengetahui dan memiliki keterampilan soal-soal internet, dan

* Kurangnya penguasaan bahasa komputer.

Sumber :

Sokartawi. E-Learning untuk Pendidikan Khususnya Pendidikan Jarak-Jauh dan Aplikasinya di Indonesia. dalam Prawiradilaga, Dewi Salma dan Siregar, Eveline. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Universitas Negeri Jakarta : Kencana.

Minggu, 08 Februari 2009

Kegunaan Media Komunikasi dalam Pembelajaran

Selain untuk menyajikan pesan, sebenarnya ada beberapa fungsi lain yang dapat dilakukan oleh media. Namun jarang sekali ditemukan seluruh fungsi tersebut dipenuhi oleh media komunikasi dalam suatu sistem pembelajaran. Sebaliknya suatu program media tunggal sering kali dapat mencakup beberapa fungsi sekaligus secara simultan. Fungsi-fungsi tersebut antara lain :

1. Memberikan pengetahuan tentang tujuan belajar

Pada permulaan pembelajaran, siswa perlu diberi tahu tentang pengetahuan yang akan diperolehnya atau keterampilan yang akan dipelajarinya. Kepada siswa harus dipertunjukkan apa yang diharapkan darinya, apa yang harus dapat ia lakukan untuk menunjukkan bahwa ia telah menguasai bahan pelajaran dan tingkat kemahiran yang diharapkan. Untuk pembelajaran dalam kawasan perilaku psikomotor atau kognitif, media visual khususnya yang menampilkan gerak dapat mempertunjukkan kinerja (performance) yang harus dipelajari siswa. Dengan demikian dapat menjadi model perilaku yang diharapkan dapat dipertunjuukannya pada akhir pembelajaran.

2. Memotivasi siswa

Salah satu peran umum dari media komunikasi adalah memotivasi siswa. Tanpa motivasi, sangat mungkin pembelajaran tidak menghasilkan belajar. Usaha untuk memotivasi siswa sering kali dilakukan dengan menggambarkan sejelas mungkin keadaan di masa depan, di mana siswa perlu menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Jiak siswa menjadi yakin tentang relevansi pembelajaran dengan kebutuhannya di masa depan, ia akan termotivasi mengikuti pembelajaran. Media yang sesuai untuk menggambarkan keadaan masa depan adalah media yang dapat menunjukkan (show) sesuatu atau menceritakan (tell) hal tersebut. Bila teknik bermain peran digunakan (seperti lawak atau drama), pengalaman yang dirasakan siswa akan lebih kuat. Film juga sering kali diproduksi dan digunakan untuk tujuan motivasi dengan cara yang lebih alami.

3. Menyajikan informasi

Dalam sistem pembelajaran yang besar yang terdiri dari beberapa kelompok dengan kurikulum yang sama, media seperti film dan televisi dapat digunakan untuk menyajikan informasi. Guru kelas bebas dari tugas mempersiapkan dan menyajikan pelajaran, ia dapat menggunakan energinya kepada fungsi-fungsi yang lain seperti merencanakan kegiatan siswa, mendiagnosa masalah siswa, memberikan konseling secara individual. Ada tiga jenis variasi penyajian informasi :
(a) penyajian dasar (basic), membawa siswa kepada pengenalan pertama terhadap materi pembelajaran, kemudian dilanjutkan dengan diskusi, kegiatan siswa atau "review" oleh guru kelas.
(b) penyajian pelengkap (supplementary), setelah penyajian dasar dilakukan oleh guru kelas, media digunakan untuk membawa sumber-sumber tambahan ke dalam kelas, melakukan apa yang tidak dapat dilakukan di kelas dengan cara apa pun.
(c) penyajian pengayaan (enrichment), merupakan informasi yang bukan merupakan bagian dari tujuan pembelajaran, digunakan karena memiliki nilai motivasi dan dapat mencapai perubahan sikap dalam diri siswa.

4. Merangsang diskusi

Kegunaan media untuk merangsang diskusi sering kali disebut sebagai papan loncat (springboard), diambil dari bentuk penyajian yang relatif singkat kepada sekelompok siswa dan dilanjutkan dengan diskusi. Format media biasanya menyajikan masalah atau pertanyaan, sering kali melalui drama atau contoh pengalaman manusia yang spesifik. Penyajian dibiarkan terbuka (open-ended), tidak ada penarikan kesimpulan atau saran pemecahan masalah. Kesimpulan atau jawaban diharapkan muncul dari siswa sendiri dalam interaksinya dengan pemimpin atau dengan sesamanya. Penyajian media diharapkan dapat merangsang pemikiran, membuka masalah, menyajikan latar belakang informasi dan memberikan fokus diskusi. Film atau video sering kali digunakan untuk tujuan ini.

5. Mengarahkan kegiatan siswa

Pengarahan kegiatan merupakan penerapan dari metode pembelajaran yang disebut kinerja (performance) atau metode penerapan (application). Penekanan dari metode ini adalah pada kegiatan melakukan (doing). Media dapat digunakan secara singkat atau sebentar-sebentar untuk mengajak siswa mulai dan berhenti. Dengan kata lain program media digunakan untuk mengarahkan siswa melakukan kegiatan langkah demi langkah (step-by-step). Penyajian bervariasi, mulai dari pembelajaran sederhana untuk kegiatan siswa, seperti tugas pekerjaan rumah sampai pengarahan langkah demi langkah untuk percobaan laboratorium yang kompleks. Permainan merupakan metode pembelajaran yang sangat disukai khususnya bagi siswa sekolah menengah, memiliki nilai motivasional yang tinggi, melibatkan siswa lebih baik daripada metode pembelajaran yang lain.

6. Melaksanakan latihan dan ulangan

Dalam belajar keterampilan, apakah itu bersifat kognitif atau psikomotor. Pengulangan respons-respons dianggap sangat penting untuk kemajuan kecepatan dan tingkat kemahiran. Istilah "drill" digunakan untuk jenis respons yang lebih sederhana seperti menerjemahkan kata-kata asing atau mengucapkan kata-kata asing. "Practice" biasanya berhubungan dengan kegiatan yang lebih kompleks yang membutuhkan koordinasi dari beberapa keterampikan dan biasanya merupakan penerapan pengetahuan, misalnya latihan olahraga timi atau individual, memecahkan berbagai bentuk masalah. Penyajian latihan adalah proses mekanis murni dan dapat dilakukan dengan sabar dan tak kenal lelah oleh media komunikasi, khususnya oleh media yang dikelola oleh komputer. Laboratorium bahasa juga salah satu contoh media yang digunakan untuk pengulangan dan latihan.

7. Menguatkan belajar

Penguatan sering kali disamakan dengan motivasi, atau digolongkan dalam motivasi. Penguatan adalah kepuasan yang dihasilkan dari belajar, di mana cenderung meningkatkan kemungkinan siswa merespons dengan tingkah laku yang diharapkan, setelah diberikan stimulus. Penguatan paling efektif diberikan beberapa setelah saat setelah respons diberikan. Karena itu harus terintegrasi dengan fungsi media yang membangkitkan respons siswa, seperti fungsi 3, 4, 5, 6, 8. Jenis penguatan yang umum digunakan adalah pengetahuan tentang hasil (knowledge of results). Suatu program media bertanya kepada siswa, kemudian siswa meyusun jawabannya atau memilih dari beberapa kemungkinan jawaban. Setelah siswa menentukan jawaban, ia sangat termotivasi untuk segera mengetahui jawaban yang benar. Jika jawaban benar dan ia tahu, ia dikuatkan, bahkan jika jawabannya salah, evaluasi dari jawabannya, menunjukkan seberapa dekat jawabannya mendekati kebenaran, juga dapat menguatkan. Media apa pun yang dapat digunakan untuk menyajikan informasi juga mampu menyajikan pertanyaan dan merangsang siswa untuk menjawab. Media apa pun yang mampu melakukan fungsi ini, ia juga mampu memberikan jawaban benar terhadap responsnya (actions or manipulations), sehingga memberikan latihan terhadap perilaku yang kompleks yang membutuhkan lingkungan khusus. Contoh yang sering ditemui adalah simulator mobil yang digunakan dalah latihan mengendara dan simulator pesawat.

8. Memberikan pengalaman simulasi

Simulator adalah alat untuk menciptakan lingkungan buatan yang secara realistis dapat merangsang siswa dan bereaksi, seperti pelatihan pilot. Instruktur biasanya menjadi bagian dari sistem, memberikan penilaian segera dan menyelipkan kerusakan pada sistem untuk memberikan siswa latihan mengatasi masalah. Media komunikasi sering kali memegang peranan penting dalam simulasi, sejak siswa harus mengkomunikasikan informasi kepada mesin dan sebaliknya mesin meninformasikan pengguna tentang pencapaiannya. Simulator tidak terbatas pada sistem yang konkret dan "self-contained", tetapi dapat diaplikasikan pada sistem yang lebih abstrak seperti ekonomi nasional dari negara kuno, anggaran belanja sistem sekolah atau fungsi bantuan kedutaan dalam negara Afrika. Program komputer dapat memungkinkan simulasi sistem yang kompleks, menerima masukan dari siswa, menghitung hasil dan menginformasikan kepada siswa melalui media komunikasi tentang perubahan yang dilakukan dalam sistem. Jenis lain dari simulasi adalah permainan, mensimulasikan sistem yang kompetitif dengan dua atau lebih siswa atau kelompok belajar berinteraksi satu sama lain. Karena sangat mirip dengan simulator yang dapat merefleksikan kenyataan, permainan dapat mengembangkan respons yang siap ditransfer ke dunia yang sebenarnya. Bermain peran (role playing) juga merupakan bagian dari teknik simulasi yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan tentang hubungan antarmanusia. Media, biasanya film, video digunakan untuk merekam suatu pertemuan antara siswa dan seseorang yang mensimulasikan kehidupan nyata seseorang, siswa dilatih berinteraksi dengannya.

Sumber :
Sudirjo, Sudarsono dan Siregar, Eveline. Media Pembelajaran sebagai Pilihan dalam Strategi Pembelajaran. dalam Prawiradilaga, Dewi Salma dan Siregar, Eveline. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Jumat, 06 Februari 2009

AL-KHUYANDI : Teori Matematikanya "Mengilhami" Teorema Fermat yang Mengguncang Dunia

Bulan juni 1993, media-media cetak dan elektronika sempat gonjang-ganjing. Dunia ilmu pengetahuan gempar berat. Dan kegemparan itu berpangkal pada Prof. Dr. Andrew Wiles seorang matematikawan muda (40 tahun) yang ahli teori bilangan dari Universitas Priceton AS yang dinilai sukses besar dalam membuktikan dan memecahkan teka-teki teori terakhir Fermat yang telah berusia 356 tahun - setelah menyuntuki selama kurang lebih 5 tahun.

Dalam wujud kalimat, teorema atau dalim itu berbunyi : "jika x, y, dan z masing-masing merupakan bilangan bulat positif, maka x berpangkat n ditambah y berpangkat n mustahil akan menghasilkan z berpangkat n, keculai bila n berupa bilangan bulat dan maksimal sama dengan dua". (yang dimaksud bilangan bulat positif adalah 1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya. Jadi bukan pecahan seperti 0,2 atau 0,3 atau 1/2, 1/4 dan semacamnya).

Sedang dalam bentuk persamaan dapat ditulis :
, untuk n > 2


Tapi, jika n = 2 maka akan sama persis dengan persamaan dari teorema Phytagoras yang sudah jamak bagi siswa sekolah menengah atau santri madrasah.
"Teka-teki" teori Fermat baru muncul jika n > 2
misalkan n = 3 maka 4^3 + 3^3 tak sama dengan 5^3 sebab 64 + 27 = 91 sedangkan 5^3 itu sendiri adalah 125. Dengan kata lain 91 bukanlah 5^3.
Jadi teori tersebut sangatlah benar. Yang payah ialah membuktikan kebenarannya itu. Cobalah umpamanya mencari bilangan z yang bulat untuk persamaan-persamaan dengan n > 2 berikut :
2^3 + 3^3 = z^3, maka z = ?
1^4 + 2^4 = z^4, maka z = ?
puyeng, saking sulitnya !

Teka-teki besar yang berusia 3 abad lebih inilah yang kabarnya telah mampu dibuktikan oleh Prof. Dr. Wiles pada tahun 1993 lalu, dan sebelumnya oleh pendekar matematika negeri Nippon, Yutaka Taniyama pada 1954 - walau secara tidak langsung.

Lantas apa kaitannya dengan Al-Khuyandi yang hidup sekitar 700 tahun sebelum lahirnya Pierre De Fermat, pencetus teori tersebut ?.

Ilmuwan legendaris Al-Biruni dalam "Tahdid Nihayat Al Amakin" dalam RIMA viii (1962) mengakui dan menyanjung-nyanjung Khuyandi sebagai cendekiawan yang "Awhad Zamanihi" (tiada tandingan dan tiada bandingan di masanya) terutama di bidang konstruksi aneka rupa peralatan astrolabe dan peralatan astronomis lain. Sejumlah manuskrip yang telah diabadikan dari risalahnya "Fi'amal al-Ala al-Amma" mendeskripsikan suatu instrumen universal yang disebut "al-Ala al-Amma" atau "al-Shamila". Ini biasanya digunakan sebagai pengganti asrolabe atau quadrant-alat berbentuk seperempat lingkaran. Astronom dan matematikawan spesialis geometri ini pintar pula merencang bangun sebuah sfera perlengkapan militer dan perlengkapan lain. Untuk merekayasa semua instrumen tersebut tentunya Al-Khuyandi telah habis-habisan berkubang dalam berbagai masalah teoritis bidang-bidang terkait, termasuklah umpamanya yang menyangkut tata letak rancangan sebuah astrolabe.

Dari eksperimen-eksperimen itulah Khuyandi berhasil pula menemukan setidak-tidaknya 2 metode seperti yang digunakan Abu Nasr Mansur, untuk menentukan posisi dan lingkaran-lingkaran dari azimut pada astolabe melalui titik potong atau persimpangan antara khatulistiwa (equator) dan mukantarat (risala fi mujazat dawa'ir al-Sumut fi'l Asturlab' dalam "rasa'il ila al-Biruni", Hyderabad 1948).

Karya terpenting Khuyandi dalam sfera instrumen-instrumen astronomis adalah sekstan yang disebut "al-Suda al-Fakhri" (dipersembahkan khusus kepada Fakhr al-Dawla) yang dirancang untuk menentukan kemiringan ekliptik. Peralatan tersebut dan bermacam observasi yang dilakukan dengan memakai instrumen itu dilukiskannya dalam buku "risala fi'il mayl wa 'ard al-balad" (editor L.Cheikho, dalam "Machriq", 1908).

Al-Biruni sendiri memberikan analisis terinci tentang ini dalam kitabnya "tahdid" yang dianggap dilandaskan pada "makalah fi tashih al-mayl" karangan Khuyandi (mungkin diidentikkan dengan "risala fi'l mayl" yang dikutip di atas).

Sekstan tersebut memiliki diameter 40 dhira' atau cubit (1 cubit kira-kira sama dengan 18-22 inchi), sedang sekstannya al-Biruni beridiameter 80 cubit. Dibuatnya di Tabruk dekat Rayy serta diselaraskan dengan perencanaan untuk menentukan meridian (garis bujur); dikelilingi dengan dinding-dinding dan bagian atasnya dilingkupi semacam atap dan dibagian tertentu terdapat semacam kubah atau kolong dengan sebuah celah bergaris tengah 3 shibr (= jengkal) berada persis di pusat sekstan. Alat ini dapat digunakan untuk mengukur cahaya matahari, melalui proses pemantulan cahaya matahari yang kemudian terlempar masuk ke dalam bolongan bulat pada sekstan tersebut. Dan untuk menentukan pusatnya, Khuyandi menggunakan sebuah lingkaran yang berjari-jari sama dengan 2 diameter yang tegak lurus dan ditempatkan dilingkaran tersebug sehingga dapat diterpa cahaya.

Intelektual yang gegap gempita dengan prestasi besar ini menekankan dan mengklaim bahwa sekstan merupakan hasil temuannya dan dengan itu, katanya, "Aku dapat membuat perhitungan-perhitungan hingga ke atom-atom terkecilnya". Instrumen serupa tampaknya telah digunakan pula dalam observatori-observatori di Maragha (didirikan sebelum tahun 660/1261 - 1262) dan di Samarkand (ditegakkan pada 823/1420).

Dengan "Suds al-Fakhri" ini, Khuyandi mengamati ketinggian meridian dititik balik matahari (soltice) musim kemarau dan dititik balik matahari musim dingin tahun 384/994. Prosedurnya meliputi kegiatan observasi-observasi selama 2 hari berturut-turut pada saat titik balik matahari dan dalam pemetaan, momentum yang tepat lewat matahari masuk ke titik baliknya. Semua ini dapat dilaksanakan sekitar bulan juni, namun observasi ulangan dengan prosedur sama, yang dilakukan di bulan desember mengalami hambatan oleh awan sehingga ketepatan dan keseksamaan seluruh observasi turut berpengaruh. Observasi-observasi tersebut dilakukan di bawah bimbingan dan pengawasan sekelompok intelektual peneliti senior, termasuk dalam hal penggarapan laporan-laporannya. Hasil nya adalah sigma = 23 derajat 32 menit 19 detik (sedang versi al-Biruni dalam "al-Kanun Al Mas'udi", Hyderabad 1954, adalah sigma = 23 derajat 32 menit 21 detik, terpaut 2 detik). Hasil tersebut jika diperbandingkan dengan pengamatan astronom-astronom india (24 derajat) dan Ptolemy (23 derajat 51 menit) akan semakin mengokohkan justifikasi pada keyakinan Khuyandi dalam masalah reduksi progresif pada kemiringan ekliptika. Al-Biruni sendiri percaya bahwa harga sigma itu konstan (dalam "Tahdid" dan "Kanun") menegaskan bahwa Khuyandi mengatakan kepadanya bahwa celah kolong yang dimasuki berkas cahaya matahari itu telah dipindahkan ke sebelah bawah sekitar sejengkal sebelum dilaksanakan observasi-observasi mengenai titik balik matahari musim dingin. Sehingga dengan demikian ia tidaklah tepat benar dengan pusat sekstan. Fakta ini dapat menjelaskan tentang berkurangnya harga sigma pada penentuan-penentuan lain yang dilakukan secara kasar di waktu-waktu yang sama.

Selain itu, Khuyandi melancarkan pula serentetan observasi ilmiah lain semisal menentukan garis lintang kota Rayy pada 35 derajat 34 menit 39 detik, disamping menegaskan bahwa ia juga telah mengobservasi planet-planet untuk (dipersembahkan hasilnya kepada) Fakhr al-Dawla dengan menggunakan sfera-sfera untuk keperluan kemiliteran dan peralatan astronomi lain.

Hasil akhir dari penelitian tersebut dikompilasi dalam sebuah buku bertajuk "al-Zij al-Fakhri". Selain itu, sebuah salinan dari sebuah "Zij" berbahasa Persia, diabadikan dalam Majlis Library di Teheran Iran, diduga didasarkan pada observasi-observasi ilmiah al-Khuyandi. Periode yang tercantum pada tabel-tabel pergerakan-pergerakan rerata itu adalah 600 tahun dari era Yazdagirdi, atau seputar 2 abad setelah kemangkatan al-Khuyandi (lihat E.S. Kennedy, "A Surve 0f Islamic Astronomical Tables", sebuah survey perihal tabel-tabel astronomi islam, 1956).

Nama resmi ilmuwan asal Khuyand Transoxania ini adalah Abu Mahmud Hamid bin al-Khidr al-Khuyandi. ia hidup di masa pemerintahan Buwayhid Fakhr al-Dawla (366-387/976 - 997) dan wafat ditahun 390/1000 dengan mewariskan sejumlah karya ilmiah dibidang astronomi dan matematika, khususnya geometri.

Di antara begitu banyak karya matematikanya, yang pada umunya telah menguap entah ke mana, sebagian masih bisa dijumpai di Kairo yaitu dalam wujud manuskrip dari sebuah risala tentang geometri. Dan perhatian utamanya difokuskan khusus pada resolusi atau penguraian persamaan-persamaan berpangkat 3 dengan metode-metode geometri. Dari kekhusyuan mengkaji dan ketekunannya menelaah ia berhasil menciptakan satu rumusan atau dalil atau teorema yang berbunyi bahwa "jumlah dua bilangan berpangkat 3 tak akan membuahkan bilangan berpangkat 3 lainnya" (The sum of two cubed numbers cannot be another cube).

Kendati bunyi kalimat kedua teorema tersebut (versi Fermat dan versi Khuyandi) tampak berbeda namun jika dicermati baik-baik, apalagi kalau disertai dengan elaborasi intelektual yang memadai maka akan terasa adanya nuansa kemiripan. Atau mungkin, dengan kalimat yang bijaksana dapat dikatakan bahwa teori Fermat tersebut bukanlah gagasan murni Pierre De Fermat melainkan merupakan pengembangan berantai dari ide atau teorem al-Khuyandi yang telah berumur kurang lebih 1000 tahun itu. Atau paling tidak, Khuyandi memiliki saham utama bagi munculnya teka-teki teori Fermat. Perlu pula diingatkan bahwa dalil tersebut ditulis Fermat hanya dalam bentuk catatan-catatan lepas di tepi halaman bukunya. Lalu menyebutkan bahwa ia telah menemukan bukti-buktinya - namun tidak dituliskannya, dengan alasan kekurangan tempat di halaman buku tersbut.

Di samping teori itu, Khuyandi pun terbilang penemu "Kaidah Sinus" yang diistilakannya sebagai "Kaidah Astronomis".

Nasir al-Din al-Tusi dalam "kitan Shakl al-Katta", Istambul 1891 menegaskan bahwa Abu'l Wafa' al-Buzajani, Abu Nasr Mansur bin Ali bin Irak dan al-Khuyandi merupakan 3 serangkai penulis yang memiliki peran dan jasa besar dalam penemuan "Kaidah Sinus", (atau "Kaidah Astronomis" (Kanun al-Hay'a menurut istilah Khuyandi, lantaran kerapnya digunakan dalam astronomi)). Meskipun demikian, P.Luckey dalam salah satu bukunya, pada prinsipnya menolak pera al-Khuyandi dengan alasan bahwa ia adalah "intelektual lapangan". Kendati karyanya merupakan karya-karya unggulan yang menghentak emosi namun dia lebih sibuk bergerak di ladang astronomis praktis.

Sumber :
Arsyad, Natsir. 2000. Cendekiawan Muslim dari Khalili sampai Habibie. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Tahap-Tahap Memecahkan Persoalan Secara Numerik

Ada enam tahap yang dilakukan dalam pemecahan persoalan dunia nyata dengan metode numeri, yaitu :

1. Permodelan

Ini adalah tahap pertama. Persoalan dunia nyata dimodelkan ke dalam persamaan matematika.

2. Penyederhanaan model

Model matematika yang dihasilkan dari tahap 1 mungkin saja terlalu kompleks, yaitu memasukkan banyak peubah (variabel) atau parameter. Semakin kompleks model matematikanya, semakin rumit penyelesaiannya. Mungkin beberapa andaian dibuat sehingga beberapa parameter dapat diabaikan. Contohnya, faktor gesekan udara diabaikan sehingga koefisien gesekan di dalam model dapat dibuang. Model matematika yang diperoleh dari penyederhanaan menjadi lebih sederhana sehingga solusinya akan lebih mudah diperoleh.

3. Formulasi numerik

Setelah model matematika yang sederhana diperoleh, tahap selanjutnya adalah memformulasikannya secara numerik, antara lain :
a. menentukan metode numerik yang akan dipakai bersama-sama dengan analisis galat awal (yaitu taksiran galat, penentuan ukuran langkah, dan sebagainya).
Pemilihan metode didasari pada pertimbangan :
- apakah metode tersebut teliti ?
- apakah metode tersebut mudah diprogram dan waktu pelaksanaannya cepat ?
- apakah metode tersebut tidak peka terhadap perubahan data yang cukup kecil ?
b. menyusun algoritma dari metode numerik yang dipilih.

4. Pemrograman

Tahap selanjutnya adalah menerjemahkan algoritma ke dalam program komputer dengan menggunakan salah satu bahasa pemrograman yang dikuasai.

5. Operasional

Pada tahap ini, program komputer dijalankan dengan data uji coba sebelum data yang sesungguhnya.

6. Evaluasi

Bila program sudah selesai dijalankan dengan data yang sesungguhnya, maka hasil yang siperoleh diinterpretasi. Interpretasi meliputi analisis hasil run dan membandingkannya dengan prinsip dasar dan hasil-hasil empirik untuk menaksir kualitas solusi numerik, dan keputusan untuk menjalankan kembali program sehingga memperoleh hasil yang lebih baik.

Sumber :
Munir, Rinaldi. 2006. Metode Numerik. Bandung : Informatika.

Aspek Inteligensi Seseorang

Dalam bukunya Seven Ways Of Teaching, David Lazear mengemukakan ada 7 indikator atau aspek yang dapat dikategorikan sebagai petunjuk tinggi-rendahnya inteligensi seseorang, yaitu :

1) Kemampuan verbal (verbal linguistic), meliputi :
a. Analisis linguistik
b. mengenal kembali dan mengingat
c. memahami dan menciptakan kelucuan atau humor
d. menjelaskan sesuatu dalam proses belajar-mengajar
e. meyakinkan seseorang agar bersedia melakukan sesuatu
f. memahimi perintah dengan tepat

2) Kemampuan mengamati dan rasa ruang, meliputi :
a. khayalan
b. menyusun kerangka pikir
c. menemukan jalan dalam konsep ruang
d. memanipulasi imajinasi
e. menginterpretasikan grafik/bagan/model
f. mengenal hubungan objek dalam ruang
g. memiliki persepsi yang cermat melalui berbagai sudut pandangan

3) Kemampuan gerak kinetis-fisik, meliputi :
a. mengatur/mengelola gerak refleks
b. mengatur/mengelola gerak terencana
c. memperluas kesadaran melalui tubuh
d. peduli hubungan antar bagian tubuh
e. meningkatkan fungsi tubuh

4) Kemampuan logika/matematika, meliputi :
a. pengenalan pola-pola abstraksi
b. pertimbangan induktif
c. pertimbangan deduktif
d. cerdas dalam menangkap hubungan dan kaitan
e. menyelesaikan kalkulasi kompleks
f. pertimbangan ilmiah

5) Kemampuan dalam hubungan intra-personal, meliputi :
a. kosentrasi dalam berpikir
b. keberhati-hatian
c. melakukan metakognisi
d. kesadaran dan ekspresi berbagai perasaan
e. kesadaran atas dirinya
f. tingkat pemikiran-penalaran

6) Kemampuan dalam hubungan inter-personal, meliputi :
a. mencipta dan mengelola sinergi
b. daya melampaui perspektif orang lain
c. bekerja sama dalam kelompok
d. mengenal dan membuat sesuatu yang berbeda dengan lainnya
e. komunikasi verbal dan nonverbal

7) Kemampuan dalam musik/irama, meliputi :
a. struktur musik
b. skematis dalam mendengarkan musik
c. sensitif terhadap suara
d. kreatif dalam melodi dan irama
e. sensitif dalam nada

Sumber :
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Fungsi Penilaian

a. Penilaian berfungsi selektif

Dengan cara mengadakan penilaian, guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu sendiri mempunyai berbagai tujuan, antara lain :
1) untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu.
2) untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya.
3) untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.
4) untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah, dan sebagainya.

b. Penilaian berfungsi diagnostik

Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Di samping itu, diketahui pula sebab-musabab kelemahan itu. Jadi, dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah dicari cara untuk mengatasi.

c. Penilaian berfungsi sebagai penempatan

Sistem baru yang kini banyak dipopulerkan di negara barat, adalah sistem belajar sendiri. Belajar sendiri dapat dilakukan dengan cara mempelajari sebuah paket belajar, baik itu berbentuk modul maupun paket belajar yang lain. Sebagai alasan dari timbulnya sistem ini adalah adanya pengakuan yang besar terhadap kemampuan individual. Setiap siswa sejak lahirnya telah membawa bakat sendiri-sendiri sehingga pelajaran akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Akan tetapi disebabkan karena keterbatasan sarana dan tenaga, pendidikan yang bersifat individual kadang-kadang sukar sekali dilaksanakan. Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan, adalah pengajaran secara kelompok. untuk dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, digunakan suatu penilaian. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil penilaian yang sama akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.

d. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan

Fungsi keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan. Keberhasilan program ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana, dan sistem administrasi.

Sumber :
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Pengertian Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi

Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuruan bersifat kuantitatif.

Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif.

Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah di atas, yakni mengukur dan menilai.

Sumber :
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Kamis, 05 Februari 2009

Komponen Strategi Pembelajaran

Dick dan Carey (1978) menyebutkan bahwa terdapat 5 komponen strategi pembelajaran, yaitu (1) kegiatan pendahuluan, (2) penyampaian informasi, (3) partisipasi peserta didik, (4) tes, dan (5) kegiatan lanjutan.

1. Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan

Kegiatan pendahuluan sebagai bagian dari suatu sistem pembelajaran secara keseluruhan memegang peranan penting. Pada bagian ini guru diharapkan dapat menarik minat peserta didik atas materi pelajaran yang akan disampaikan.
Kegiatan pendahuluan yang disampaikan dengan menarik akan dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Sebagaimana iklan yang berbunyi Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda. Cara guru memperkenalkan materi pelajaran melalui contoh-contoh ilustrasi tentang kehidupan sehari-hari atau cara guru meyakinkan apa manfaat mempelajari pokok bahasan tertentu akan sangat menpengaruhi motivasi belajar peserta didi. Persoalan motivasi ekstrinsik ini menjadi sangat penting bagi peserta didik yang belum dewasa, sedangkan motivasi intrinsik sangat penting bagi peserta didik yang lebih dewasa karena kelompok ini lebih menyadari pentingnya kewajiban belajar serta manfaatnya bagi mereka.

Secara spesifik, kegiatan pembelajaran pendahuluan dapat dilakukan melalui teknik-teknik berikut.

a) Jelaskan tujuan pembelajaran khusus yang diharapkan dapat dicapai oleh semua peserta didik di akhir kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, peserta didik akan menyadari pengetahuan, keterampilan, sekaligus manfaat yang akan diperoleh setelah mempelajari pokok bahasan tersebut. Demikian pula, perlu dipahami oleh guru bahwa dalam menyampaikan tujuan, hendaknya digunakan kata-kata dan bahasa yang mudah dimengerti oleh peserta didik. Pada umumnya penjelasan dilakukan dengan menggunakan ilustrasi kasus yang sering dialami oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan bagi siswa yang lebih dewasa dapat dibacakan sesuai rumusan TPK yang telah ditetapkan terdahulu.

b) Lakukan apersepsi, berupa kegiatan yang meruapakan jembatan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari. Tunjukkan pada peserta didik tentang eratnya hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengetahuan yang akan dipelajari. Kegiatan ini dapat menimbulkan rasa mampu dan percaya diri sehingga mereka terhindar dari rasa cemas dan tahun menemui kesulitan atau kegagalan.

2. Penyampaian Informasi

Penyampaian informasi seringkali dianggap sebagai suatu kegiatan yang paling penting dalam proses pembelajaran, padahal bagian ini hanya merupakan salah satu komponen dari strategi pembelajaran. Artinya, tanpa adanya kegiatan pendahuluan yang menarik atau dapat memotivasi peserta didik dalam belajar maka kegiatan penyampaian informasi ini menjadi tidak bearti. Guru yang mampu menyampaikan informasi dengan baik, tetapi tidak melakukan kegiatan pendahuluan dengan mulus akan menghadapi kendala dalam kegiatan pembelajaran selanjutnya.
Dalam kegiatan ini, guru juga harus memahami dengan baik situasi dan kondisi yang dihadapinya. Dengan demikian, informasi yang disampaikan dapat diserap oleh peserta didik dengan baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi adalah urutan ruang lingkup dan jenis materi.

a. Urutan penyampaian
Urutan penyampaian materi pelajaran harus menggunakan pola yang tepat. Urutan materi yang diberikan berdasarkan tahapan berpikir dari hal-hal yang bersifat konkret ke hal-hal yang bersifat abstrak atau dari hal-hal yang sederhana atau mudah dilakukan ke hal-hal yang lebih kompleks atau sulit dilakukan. Selain itu, perlu juga diperhatikan apakah suatu materi harus disampaikan secara berurutan atau boleh melompat-lompat atau dibolak-balik, misalnya dari teori ke praktik atau dari praktik ke teori. Urutan penyampaian informasi yang sistematis akan memudahkan peserta didik cepat memahami apa yang ingin disampaikan oleh gurunya.

b. Ruang linkup materi yang disampaikan
Besar kecilnya materi yang disampaikan atau ruang lingkup materi sangat bergantung pada karakteristik peserta didik dan jenis materi yang dipelajari. Umumnya ruang lingkup materi sudah tergambar pada saat penentuan tujuan pembelajaran. Apabila TPK berisi muatan tentang fakta maka ruang linkupnya lebih kecil dibandingkan dengan TPK yang berisi muatan tentang suatu prosedur.
Hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memperkirakan besar kecilnya materi adalah penerapan teori Gestalt. Teori tersebut menyebutkan bahwa bagian-bagian kecil merupakan satu kesatuan yang bermakna apabila dipelajari secara keseluruhan, dan keseluruhan tidaklah berarti tanpa bagian-bagian kecil tadi. Atas dasar teori tersebut perlu dipertimbangkan hal-hal berikut.
* Apakah materi akan disampaikan dalam bentuk bagian-bagian kecil seperti dalam pembelajaran terprogram (programmed instruction)
* Apakah materi akan disampaikan secara global/keseluruhan dulu baru ke bagian-bagian. Keseluruhan dijelaskan melalui pembahasan isi buku, selanjutnya bagian-bagian dijelaskan melalui uraian per bab.

c. Materi yang akan disampaikan
Materi pelajaran umunya merupakan gabungan antara jenis materi yang berbentuk pengetahuan (fakta dan informasi yang terperinci), keterampilan (langkah-langkah, prosedur, keadaan, dan syarat-syarat ertentu), dan sikap (berisi pendapat, ide, saran, atau tanggapan) (Kemp, 1977). Merril (1977 : 37) membedakan isi pelajaran menjadi 4 jenis, yaitu fakta, konsep, prosedur, dan prinsip. Dalam isi pelajaran ini terlihat masing-masing jenis pelajaran sudah pasti memerlukan strategi penyampaian yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam menentukan strategi pembelajaran, guru harus terlebih dahulu memahami jenis materi pelajaran yang akan disampaikan agar diperoleh strategi pembelajaran yang sesuai.
contoh :
* Apabila peserta didik diminta untuk mengingat nama suatu objek, simbol, atau peristiwa, bearti materi tersebut berbentuk fakta sehingga alternatif strategi penyampaiannya adalah dalam bentuk ceramah atau tanya jawab.
* Apabila peserta didik diminta menyebutkan suatu definisi atau menulis ciri khas dari suatu benda, berarti materi tersebut berbentuk konsep sehingga alternatif strategi penyampaiannya adalah dalam bentuk resitasi, penugasan, atau diskusi kelompok.
* Apabila peserta didik diminta mengemukakan hubungan antar beberapa konsep, atau menerangkan keadaan ataupun hasil hubungan antar berbagai konsep, berarti materi tersebut berbentuk prinsip sehingga alternatif strategi penyampaiannya adalah berbentuk diskusi terpimpin dan studi kasus.

3. Partisipasi Peserta Didik

Berdasarkan prinsip student centered, peserta didik merupakan pusat dari suatu kegiatan belajar. Hal ini dikenal dengan istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang diterjemahkan dari SAL (Student Active Learning) , yang maknanya adalah bahwa proses pembelajaran akan lebih berhasil apabila peserta didik secara aktif melakukan latihan secara langsung dan relevan dengan tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan (Dick dan Carey, 1978 : 108). Terdapat beberapa hal penting yang berhubungan dengan partisipasi peserta didik, yaitu sebagai berikut :

a) Latihan dan praktik seharusnya dilakukan setelah peserta didik diberi informasi tentang suatu pengetahuan, sikap, atau keterampilan tertentu. Agar materi tersebut benar-benar terinternalisasi (relatif mantap dan termantapkan dalam diri mereka) maka kegiatan selanjutnya adalah hendaknya peserta didik diberi kesempatan untuk berlatih atau mempraktikan pengetahuan, sikap, atau keterampilan tersebut, sehingga setelah selesai belajar mereka diharapkan benar-benar merencanakan TPK.

b) Umpan Balik
Segera setelah peserta didik menunjukkan perilaku sebagai hasil belajarnya, maka guru memberikan umpan balik (feedback) terhadap hasil belajar tersebut. Melalui umpan balik yang diberikan guru, peserta didik akan segera mengetahui apakah jawaban yang merupakan kegiatan yang telah mereka lakukan benar/salah, tepat/tidak tepat, atau ada sesuatu yang diperbaiki. Umpan balik dapat berupa penguatan positif dan penguatan negatif. Melalui penguatan positif (baik, bagus, tepat sekali, dan sebagainya), diharapkan perilaku tersebut akan terus dipelihara atau ditunjukkan oleh peserta didik. Sebaliknya, melalui penguatan negatif (kurang tepat, salah, perlu disempurnakan, dan sebagainya), diharapkan perilaku tersebut akan dihilangkan atau peserta didik tidak akan melakukan kesalahan serupa.

4. Tes

Srangkaian tes umum yang digunakan oleh guru untuk mengetahui (a) apakah tujuan pembelajaran khusus telah tercapai atau belum, dan (b) apakah pengetahuan sikap dan keterampilan telah benar-benar dimiliki oleh peserta didik atau belum.
Pelaksanaan tes biasanya dilakukan di akhir kegiatan pembelajaran setelah peserta didik melalui proses pembelajaran, penyampaian informasi berupa materi pelajaran. Pelaksanaan tes juga dilakukan setelah peserta didik melakukan latihan atau praktik.

a) Di akhir kegiatan belajar setiap peserta didik dapat menyebutkan 4 dari 5 ciri makhluk hidup dengan benar. Standar keberhasilannya adalah apabila minimal peserta didik dapat menyebutkan 3 dari 5 ciri makhluk hidup atau tingkat penguasaan berkisar 80% - 85%.

b) Soal tes objektif dengan 4 pilihan terdiri dari atas 20 nomor, peserta didik dianggap menguasai materi apabila ia dapat mengerjakan 80% - 85% soal dengan benar.

5. Kegiatan Lanjutan

Kegiatan yang dikenal dengan istilah follow up dari suatu hasil kegiatan yang telah dilakukan seringkali tidak dilaksanakan dengan baik oleh guru. Dalam kenyataannya, setiap kali setelah tes dilakukan selalu saja terdapat peserta didik yang berhasil dengan bagus atau di atas rata-rata, (a) hanya menguasai sebagian atau cenderung di rata-rata tingkat penguasaan yang diharapkan dapat dicapai, (b) peserta didik seharusnya menerima tindak lanjut yang berbeda sebagai konsekuensi dari hasil belajar yang bervariasi tersebut.

Sumber :
Uno, Hamzah B. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta : Bumi Aksara.