Selasa, 05 Februari 2008

FENOMENA BELAJAR MANDIRI

Belajar mandiri merupakan salah satu model yang diterapkan di kelas konvensional. Proses belajar mandiri, memberi kesempatan para peserta didik untuk mencerna materi ajar dengan sedikit bantuan guru. Mereka mengikuti kegiatan belajar dengan materi ajar yang sudah dirancang khusus sehingga masalah atau kesulitan sudah diantisipasi sebelumnya. Model belajar mandiri ini sangat bermanfaat, karena dianggap luwes, tidak mengikat, serta melatih kemandirian siswa agar tidak tergantung atas kehadiran atau uraian materi ajar dari guru. Berdasarkan gagasan keluwesan dan kemandirian inilah belajar mandiri telah ber’metamorfosis’ sedemikian rupa, diantaranya menjadi sistem belajar terbuka, belajar jarak jauh, dan e-learning. Perubahan tersebut juga dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain dan kenyataan di lapangan.

MODEL BELAJAR MANDIRI
1. Sistem Belajar Terbuka (SBT)
Sistem belajar terbuka merupakan proses belajar mandiri yang dirancang tanpa mengindahkan prasyarat umum dan akademik, seperti batasan usia, pendidikan sbelumnya, seperti layaknya belajar di kelas konvensional. SBT sebagaimana halnya belajar mandiri, tidak memiliki jadwal dan lokasi tertentu. Mengingat ciri-ciri tadi, maka SBT memungkinkan seseorang untuk belajar sesuai dengan ritme, gaya belajar, serta laju belajar sendiri. Tidak adanya pembatasan usia memungkinkan kesempatan terbuka bagi siapa saja yang berminat. Lokasi belajar dapat ditentukan sendiri oleh siswa.
Dengan demikian seorang siswa dapat dengan leluasa belajar tanpa terganggu atau mengganggu (siswa) orang lain (Malone, 1997 & Dorell, 1993). Namun, SBT memiliki beberapa kelemahan, diantaranya :
* Diperlukan “kedewasaan” sikap siswa/peserta didik dalam proses belajar untuk menghadapi kendala dan menentukan pemecahan sendiri.
* Tidak terjadi proses sosialisasi menyebabkan SBT dijauhi oleh siswa usia tertentu. Peserta didik ‘merasa’ tidak mempunyai teman sekelas atau seangkatan.
* Adanya keterlambatan respons (delayed feedback) atas kesulitan belajar, sedangkan dalam kelas konvensional guru segera menanggapinya.
* Di indonesia, masyarakat masih percaya bahwa proses belajar berikut kehadiran guru adalah proses belajar yang sebenarnya.

2. Belajar Jarak Jauh (BJJ)
Arti sebenarnya BJJ adalah antara siswa dan penyaji materi terpisah oleh jarak, sehingga perlu ada upaya tertentu untuk mengatasinya. Bagi Malone (1997), BJJ berlangsung ketika antara penyaji dan peserta didik terpisah karena jarak dan peserta didik mempelajari materi ajar yang sudah dirancang khusus untuk itu. Malone menyatakan bahwa BJJ sudah berevolusi. Generasi pertama BJJ adalah correspondence learning. Materi ajar dikirimkan melalui jasa pos. Generasi kedua BJJ ditandai dengan penggunaan media audiovisual dan program pelatihan berasas computer (computer-based training or CBT), berikut program tutorial terjadwal. Sedangkan generasi ketiga BJJ sudah menggunakan jasa telekomunikasi. Sudah tentu produk teknologi canggih seperti mesin faks, teleconference (melalui satelit), atau e-mail sudah digunakan. Menagatasi masalah komunikasi belajar seperti delayed feedback merupakan alasan penggunaan jasa telekomunikasi. Akhir-akhir ini, semakin jelas terlihat penggunaan jasa satelit mendorong pengembangan model e-learning.

3. Belajar Mandiri di Organisasi : Flexible Learning dan Belajar Berasas Sumber (Resource-based Learning)
Selain SBT dan BJJ, istilah flexible learning juga diperkenalkan oleh Malone. Ia menyatakan baik SBT maupun BJJ dapat disebut sebagai flexible learning. Keduanya mengandung aspek keluwesan (flexible). Dorell menambahkan bahwa flexible learning adalah proses belajar yang memanfaatkan semua sumber belajar yang tersedia, sebagaimana dibutuhkan oleh peserta didik. Untuk mendukung kelancaran proses belajar, Dorell menganggap bahwa segala sumber belajar berikut SDM harus tersedia dan bekerja bersama-sama sebagai satu system. Bagi kemudahan pemanfaatan sumber belajar tersebut, maka diperlukan pelembagaan dan pengelolaan sumber belajar yang sebaik-baiknya.

PERAN GURU/INSTRUKTUR
Proses belajar mandiri mengubah peran guru atau instruktur, menjadi fasilitator, atau perancang proses belajar. Sebagai fasilitator, seorang guru atau instruktur membantu peserta didik mengatasi kesulitan belajar, atau ia dapat menjadi mitra belajar untuk materi tertentu pada program tutorial. Tugas perancang proses belajar mengharuskan guru untuk mengolah materi ke dalam format sesuai dengan pola belajar mandiri.

MATERI AJAR
Seluruh model belajar mandiri seperti tersebut tadi, menggunakan materi ajar yang telah dirancang khusus untuk itu. Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh materi ajar ini adalah :
Kejelasan rumusan tujuan belajar (umum dan khusus)
* Materi ajar dikembangkan setahap demi setahap, dikemas mengikuti alur desain pesan, seperti keseimbangan pesan verbal dan visual, clues : warna, garis, alur dan seterusnya.
* Materi ajar merupakan system pembelajaran lengkap, yaitu ada rumusan tujuan belajar, materi ajar, contoh / bukan contoh, evaluasi penguasaan materi, petunjuk belajar dan rujukan bacaan. Jika diperlukan, cantumkan pula sumber-sumber belajar yang mendukung.
* Materi ajar dapat disampaikan kepada siswa melalui media cetak, atau komputerisasi seperti CBT, CD-ROM, atau program audio/video.
* Materi ajar itu sendiri dikirim dengan jasa pos, atau menggunakan teknologi canggih dengan internet (situs tertentu) dan e-mail; atau dengan cara lain yang dianggap mudah dan terjangkau oleh peserta didik.
* Penyampaian materi ajar dapat pula disertai program tutorial, yang diselenggarakan berdasarkan jadwal dan lokasi tertentu atau sesuai dengan kesepakatan para peserta didik.

Sumber :
Prawiradilaga, Dewi Salma & Siregar, Eveline. 2004. MOZAIK TEKNOLOGI PENDIDIKAN. Jakarta : Kencana.

Tidak ada komentar: